Kamis, 26 Februari 2009

Perpustakaan = Enggak Gaul?

Jumat, 27/2/2009

Perpustakaan = Enggak Gaul?

Hari gini, ada apa sih di perpustakaan sekolah? Kayaknya enggak ada yang penting di perpustakaan sekolah atau perpus.

http://cetak.kompas.com/indexsec/read/muda/175

Senin, 23 Februari 2009

Transkrip: Seminar Kepustakawanan Indonesia

SEMINAR KEPUSTAKAWANAN INDONESIA

Tangggal: Kamis, 12 Februari 2009
Jam : 09:30 – 12.30 WIB
Tempat : R. Theater Perpustakan Nasional


Narasumber :
- Dady P. Rachmananta – Kepala Perpustakaan Nasional
- Mula Harahap – Pengamat dunia perbukuan dan pengurus IKAPUI
- A. Ridwan Siregar – Kepala Perpustakaan Universitas Sumatera Utara

Moderator : Agus Rusmana – ISIPII


Agus R: Perpustakaan yang melayani pengetahuan, memelihara budaya bangsa maka dia harus hidup tidak boleh di angkut oleh siapa pun. Tapi di satu sisi perpustakaan itu adalah lembaga pemerintah, lembaga negara tidak dibawah departemen dan harus mengikuti aturan disini dan kemudian harus di jadikan bahan pertimbangan yang sangat matang, itu sebabnya ketika di dibicarakan tentang ini orang akan merasa aneh. Sebenarnya tidak pernah diramaikan tapi kenapa banyak orang yang datang. Saya mendapatkan telepon dan sms masih boleh datang nggak keruangan ini? Ada yang baru mau berangkat, ada yang sudah di mampang dan saya bilang masuk sajalah, toh konsumsinya berlebih.

Untuk memulai acara ini sebenarnya ada dua narasumber atau orang-orang yang nanti akan memberikan pertimbangan pada semua apa sih yang akan kita pikirkan atau yang menjadi dasar pertimbangan tentang perpustakaan nasional ini. Dan tinjauannya tidak hanya harus melulu tentang siapa kepala perpustakaan nasional yang jelas siapa orang yang pantas tapi yang jadi soal, kepustakawan Indonesia itu seperti apa? Perpustakaan Indonesia sudah kuat atau belum?

Sampai sekarang orang di daerah masih bingung kalau saya mau naik pangkat dan segala macam nggak ada organisasinya. Kemudian kita juga bicara banyak hal tentang kepemimpinan. Kayak apa sih kepala perpustakaan di Indonesia bukan hanya kepala perpusnas saja.

Perpustakaan di Indonesia seperti apa, posisinya seperti apa? Syukur-syukur bisa kayak tadi. Saya pernah bertemu di kalimantan, itu benar-benar bukan kepala perpustakaan, pokoknya datang lagi kepalanya. ”Pak bukunya di taruh disini” ”Nggak bisa kalau saya bilang pantas disitu ya ditaruh disitu” Lalu ada kepala perpustakaan ditempat saya dia menggunakan ilmu rasa, itu bagus sekali. Jadi kalau ada anak datang ”Pak bagaimana bapak memberikan pertimbangan meminjamkan buku, saya mau tanya” ”Kalau saya bisa percaya saya pinjemin kalau nggak, ya nggak” bayangin aja kepala perpustakaan pakai numistik begitu. Untuk kesempatan yang pertama mungkin Pak Ridwan punya cerita, punya gagasan atau pandangan tentang kepala perpustakaan atau pun segala sesuatu yang berhubungan dengan perpustakaan.

Pak Ridwan: Pertama-tama saya mau mengucapkan terimakasih banyak atas kesempatan untuk tampil disini. Katakan lah barangkali saya mewakili daerah terutama luar jawa karena saya tau orang-orang di Jakarta banyak yang lebih pandai, tapi tentu itu tidak terlihat nasional kalau tidak ada dari luar Jawa.

Jadi didalam tor disebutkan kriteria kalau saya pikir-pikir sebagai pengantar saja. Kalau kriteria saja orang-orang bilang pasti pustakawan atau orang yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan atau katakanlah orang yang mengerti perpustakaan, katakanlah seperti saya, saya bukan orang perpustakan tapi saya berprofesi di bidang perpustakaan.

Yang kedua mungkin akan muncul kata ”integritas” tapi saya pikir yang lebih tepat kita bicarakan adalah apa yang kita harapkan di negara ini, kita memimpikan apa? Sehingga nanti bila kita bisa mengungkapkan itu bisa di godok (brain storming) menjadi suatu konsep. Dari sisi saya sendiri, harapan dari saya kebanyakan dari orang di daerah dan tadi pagi sudah saya diskusikan juga, saya melihat komunitas pustakawan itu kurang cepat bertambahnya dengan penduduk 2 ratus juta lebih komunitasnya pustakawannya terlalu sedikit.

Sekarang pertanyaannya adalah bila sesuai dengan populasi bertambahnya pustakawan seharusnya buka lapangan pekerjaan dibidang perpustakaan, dan sekarang lapangan kerja perpustakaan dimana yang paling cepat. Lalu teman-teman mengatakan bahwa yang paling cepat bukanya ialah perpustakaan sekolah, saya pun setuju.

Namun kita juga memerlukan perpustakaan umum di seluruh kota, provinsi, kabupaten sampai dengan kecamatan. Pernakah ibu membaca peraturan dari menteri dari PU masalah pemukiman katanya ada perpustakaan lingkungan disana. Dari 30 ribu penduduk harus memiliki perpustakaan.

Kemudian kita tau Jakarta sebuah kota besar dari lima kotamadya, berapa jumlah perpustakaan umumnya paling hanya 5. Sedangkan New York city perpustakaan publiknya ada 200 dengan jumlah 20 juta penduduk berarti satu perpustakan untuk sekian. Kemudian di Singapura perpustakaan umum yang dikelola atau di bawah national report ada 39 sedangkan penduduk sengapura ada 5 juta. Jadi Jakarta sendiri tidak mempunyai perpustakaan umum, belum lagi 500 kabupaten kota di seluruh Indonesia.

Karena kabupaten kota diharuskan membuat perpustakaan maka membuat perpustakaan tapi sebenarnya kalau kita datang kesana, sepertinya bukan perpustakaan. Coba bapak dan ibu hitung berapa jumlah perpustakaan yang harus didirikan di seluruh Indonesia dan bagaimana caranya itu semua bisa berdiri.

Ini semua bukan masalah dana, waktu pertama kali saya diangkat menjadi kepala perpustakaan budgetnya sekitar 37 ribu itu 15 tahun yang lalu. Tapi dalam tempo sekian tahun dia bisa mencapai berapa belas miliar. Itu bukan masalah budget tapi orang-orang tidak tau bagaimana meng-create perpustakaan.

Saya pikir itu yang pertama dari saya mengenai kriteria-kriteria. Oleh sebab itu, kaitannya dengan perpustakaan nasional harus memfasilitasi kajian-kajian tentang ini, kemudian membuat line bagaimana membuat perpustakaan - supaya orang lain tau bagaiamana caranya, bagaimana organisaasinya, bagaimana pendanaannya, bagaimana SDM nya.

Jadi kalau komunitas perpustakaannya bertambah banyak karena umumnya semua disini pustakawan saya bilang perpustakaan di Indonesia akan hidup dan berkembang. Inggris dengan 50 juta penduduk ada 50 sekolah perpustakaan. Jadi memang komunitasnya nggak ada, membernya juga sedikit jadi bagaimana mau maju.

Agus R : Ok terimakasih, beliau adalah kepala perpustakaan dari USU orang yang pernah dimusuhi pustakawan diseluruh Indonesia. Waktu di Ciawi orang-orang bilang “Pak bagaimana cara kita menghimpun dana” lalu pak Ridwan bilang “Bukan saatnya pustakawan binggung mencari dana tapi bagaimana menghabiskan dananya” Perpustakaan Pak Ridwan itu berkembang besar sampai saya kalau datang ke medan saya datang kesemua toko buku uang saya hampir habis beli buku semua dan uang saya masih sisa dan sejak itu saya benci banget. Jadi bagaimana mengembangkan perpustakaan dengan cara membohongi karena beliau akan membocorkan rahasianya. Pak Ridwan pernah sukses karena kemajuannya dan dicurigai karena pernah dekat dengan salah satu gubernur. Kata Pak Ridwan “kenal juga nggak” Kita juga akan mendengarkan juga dari seseorang yang tidak mengetahui tentang perpustakaan nasional tapi sangat konsen dibidang ini

Binny Buchori : Terimakasih, selamat pagi semua, assalamuallaikum warahmatullah. Pertama saya mau mengucapkan terimakasih atas undangan dari para penyelenggara pustakawan ini.

Terimakasihnya bermacam-macam, pertama bisa silahturahmi yang kedua saya merasa terhormat sudah diundang datang ke acara ini meskipun saya tidak mempunyai kompetensi potensional dalam masalah perpustakaan nasional tetapi kata penyelenggara yang menghubungi saya justru mereka ingin melihat perpustakaan nasional dari segi yang lain.

Dari segi politis, penyelenggara, pengguna dan sebagainya. Saya juga alumnus dari sekolah perpustakaan juga dan mantan dosen dari ilmu perpustakaan tapi itu sudah dua puluh tahun yang lalu, sekarang saya di LSM dan saya di legislatif dari partai lokal di daerah Jogjakarta.

Pertama saya ingin mengajak semua ikut membayangkan ketika kita membicarakan kepemimpinan Nasional seperti apa yang layak ada di Indonesia tidak lepas dari mimpi-mimpi kita sendiri tapi kita menginginkan perpustakaan nasional kita seperti apa?

Kalau kita membuat brandmark apakah perpustakaan nasional yang ada sekarang sudah mirip dengan peran-peran perpustakaan yang ada di U.S. Kalau U.S. terlalu jauh apakah kita ingin membuat brand mark di negara-negara tetangga asean juga terlalu jauh. Misalnya Vietnam, Bangladesh.

Mohon maaf kalau saya mengutarakan yang sering menjadi diskusi disini juga tetapi saya percaya ada kaitan yang sangat kuat antara akses orang terhadap pengetahuan dan informasi itulah yang disediakna oleh perpustakaan.

Kalau saya tidak salah ingat dalam salah satu pelajaran saya dulu bahwa salah satu faktor kenapa perpustakaan di negara Inggris maju adalah ada publik library add, jadi ada undang-undang. Disini juga ada undang-undang nasional tahun 2007 tapi saya juga belum mempelajari ini karena saya juga belum tau apakah undang-undang ini sudah memandatkan seluruh pemerintah kota memasukan sekian persen dari APBD nya untuk membiayai perpustakaan.

Jadi ini salah satu yang harus di perjuangkan, kita percaya tingkat perkembangan manusia itu juga sangat terkait dengan pengetahuan warganya maka harus di perjuangakan pusat-pusat studi, pusat-pusat informasi dan pusat-pusat pelayanan untuk warga.

Apakah perpustakaan nasional mampu dan sanggup mau kita giring ke arah situ, apakah mereka mampu mengembangkan pusat-pusat perpustakaan dengan standar-standarnya seperti ini, kompetensinya seperti ini. Tapi diluar itu apakah perpustakaan nasional itu mampu menerima mandat bahwa dia mampu mengembangkan pusat-pusat belajar di berbagai tempat.

Kalau perpustakaan nasional mampu kita mandatkan seperti itu maka orang-orang yang mempunyai cita-cita, mempunyai mimpi maka kita akan maju. Tapi kalau kita melihat kebelakang saja kita nggak akan maju-maju. Cita-cita kita nggak muluk-muluk, kita hanya ingin pusat informasi dapat berkembanng, di lindungi oleh undang-undang dan dibiayai oleh pemerintah.

Karena APBN kita saat ini adalah APBN yang paling besar dinegara-negara berkembang apalagi setelah krisis dan yang kita ajukan kemarin lebih besar dari yang sudah-sudah dan itu sudah masuk ke dalam alokasi, dan kalau kita melihat perpustakaan, lagi-lagi sebagai leadership maka kepala perpustakaan nasional adalah orang yang mempunyai kapasitas meloby kepada fraksi-fraksi di DPR dan juga orang yang mempunyai relasi-relasi oleh partai-partai politik tertentu, dan juga dibutuhkan kemampuan kompetensi tekhnis. Karena hanya dengan cara-cara ini kita bisa memajukan perpustakaan-perpustakaan kita.

Salah satu yang membuat saya terkesan waktu saya belajar di Inggris saya bertemu dengan sirkuiting advice biro, sircuiting advice biro adalah yang diakui oleh perpustakaan dan juga di kelola oleh relawan.

Saya mengajak yang hadir disini apakah kita tidak memimpikan lembaga yang kepalanya ditunjuk oleh presiden, ini kan lembaga di bawah non departemen seperti LIPI. Apakah kita memimpikan sebuah lembaga yang bisa memeberikan arah leadership, tidak hanya kompetensi, standar tekhnis seperti apa tetapi juga memberikan inspirasi sehingga relawan-relawan itu berkumpul pusat-pusat belajar, informasi dan pusat-pusat pelayanan informasi kepada warganya. Dan itu yang saya cita-citakan, mungkin ini adalah peranan leadership yang saya impi-impikan.

Nanti juga ada rasio antara penduduk dan pustakawan, saya tidak tau apakah sudah pernah ada studi-studi yang diadakan di DIKNAS maupun di perpustakaan nasional itu sendiri untuk mendapatkan intensitas seperti ini di Indonesia, dengan peran APBN seperti ini. Kalau kita mau mengembangkan pusat-pusat belajar yang lain maka kita harus mau mempunyai sekian ratus ribu atau sekian juta tenaga ahli di bidang pengelolaan dan informasi perpustakaan.

Saya rasa perpustakaan nasional selain meloby dan memfasilitasi pusat informasi di masyarakat, saya juga menginginkan perpustakaan nasional meskipun bukan mereka sendiri yang melakukan tetapi mereka juga bisa melihat anggarannya segini dan orang-orangnya segini. Tapi untuk ini semua diperlukan orang yang memiliki cita-cita, orang yang memiliki mimpi dan juga memiliki relasi baik kepada organisasi dan semoga para politisi dan pegawai senayan juga ikut memperjuangkan aspirasi teman-teman semua yang ada disini.

Saya rasa dalam era demokrasi langsung seperti ini semua pemilihan langsung kepala perpustakaan kalau bisa di Pilkada in juga. Tapi saya rasa ini semangat yang baik bahwa kita mimpikan ada perubahan karen kita melihat perpustakaan nasional adalah lembaga yang terlalu penting, terlalu berharga dan terlalu strategis untuk stagnan di tempat dan begitu-begitu saja.

Justru karena kita sayang pada perpustakaan nasional, saya sendiri sebagai pengguna sebagai warga negara membayangkan perpustakaan nasional yang visioner yang didepan yang bisa mengayomi. (Mengayomi lain dengan mengkontrol) Saya membayangkan dia bisa memfasilitasi tumbuhnya pusat-pusat belajar diberbagai level maupun di perusahaan-perusahaan dan sebagainya tidak sebagai pengkontrol tapi sebagai teman, berkembang bahkan dia bisa memfasilitasi berbagai diskusi. Mungkin sekian dulu diskusinya, kurang lebihnya mohon maaf karena baru dihubungi kemarin siang oleh panitia. Selain saya juga senang bisa bertemu dengan teman-teman disini. Lebih kurangnya terimakasih dan saya mohon maaf sebelumnya, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.

Agus R : Barusan ada dua orang yang dulunya pernah bergerak dibidang perpustakan yang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi pengalamannya hadir disini menambah suasana yang lebih sakral lagi Nggak perlu anda menganggap ini sebuah seminar, anda punya cerita apapun, usulan kenapa kedua orang ini punya kesamaan hanya kesamaan kami adalah bukan sama-sama orang Jakarta. Untuk yang pertama ada yang punya usul, gagasan atau pandangan Silahkan.

Bambang : Terimakasih,assalamuallaikum warahmatullahiwabarakatuh. Saya senang sekali, saya dan teman-teman punya minat untuk mengembangkan perpustakaan, tapi saya yakin semua orang yang datang disini juga punya minat untuk mengembangkan perpustakaan.

Saya mohon maaf jika nanti saya terlalu tapi semua itu untuk membantu perpusnas untuk merumuskan peraturan pemerintah. Intinya seperti yang dikatakan Pak Ridwan dan Bu Binny, saya Bambang Sudiro Hutomo, saya dari perpustakaan Badan Standarisasi nasional seperti yang dikatakan tadi bahwa mempunyai dua fungsi sebagai lembaga pemerintah yang harus menjalankan tugas-tugas pemerintah yang menjadi perpumdanya Pak Presiden. Tapi disatu sisi Perpusnas memang menjadi lemabaga perpustakan yang harus melayani masyarakat. Sebab itulah perpusnas harus bisa melaksanakan dua fungsi tadi.

Pemimpin tertinggi dari Perpusnas harus memiliki kemampuan untuk melakukan dua misi tadi. Dua fungsi yang bisa berhubungan dengan presiden, secara politis kenal semuanya. Oleh karena itu kita mencoba untuk kepemimpinan tertinggi harus bisa kompetensi untuk membawakan dua fungsi tadi. Dalam undang-undang pasal 30 dikatakan bahwa kepala perpustakaan nasional, kepala perpustakaan umum, kabupaten dan perguruan tinggi adalah pustakawan atau tenaga ahli pustakawan.

Karena perpusnas sebagai lembaga pemerintah maka harus mengamankan undang-undang, masalahnya sekarang bagaimana menjabarkan pustakawan sama tenaga ahli perpustakaan itu dan itu yang harus menjadi PR kita. Artinya kepala perpustakaan tidak tertutup karena disana dikatakan bahwa kepala perpustakaan nasional adalah sarjana perpustakaan.

Sekarang aturan main kepala perpustakaan dan tenaga ahli perpustakaannya bagaimana, nah itu bagaiman ngaturnya. Ngaturnya adalah bagaimana keberangkatannya mulai dari awal. Misalnya sarjana perpustakan itu masuk sarjana perpustakaan tapi ada lagi sarjana perpustakaan atau saarjana perpustakan plus. Plusnya ini yang harus digarap supaya berangkatnya atau estafetnya sama. Jadi jangan sampai ”saya sarjana perpustakaan” karena saya juga sarjana perpustakaan tapi saya lebih secara ”marilah kita bersaama-sama nanti pengabdian kita dalam perpustakan yang menentukan” Sarjana lain yang plus harus digarap sehingga mempunyai kesetaran yang sama yang sama. Berangkat disitulah terjadi kompetitif.

Saya harap itu nanti yang akan menjadi petimbangan-pertimbangan kepala perpustakaan prestasi kinerjanya yang menjadi kompetitif. Jadi jangan tertutup pokoknya harus sarjana ini, itu tidak akan berkembang, perpustakaan tidak akan jalan karena tidak berani berkompetisi. Kapan yang bukan sarjana perpustakaan bisa menjadi kepala perpustakaan dan itu yang menjadi tanggung jawab kita, kalau kita tidak bisa menelurkan kepala perpustakaan yang kompetitif maka kita gagal.

Saya mempelajari kongres yang begitu mengemanya didunia sudah 13 kali terjadi pergantian kepala LC baru 2 yang sarjana perpustakaan. Bahkan yang sekarang pun bukan sarjana perpustakan tapi dia mempunyai bintang didalam dunia perpustakaan. 200 tahun, 13 kali pergantian kepala perpustakaan baru 2 kali yang sarjana perpustakaan. Yang satunya adalah experiance dan yang satunya batrion. Saya ada satu yang saya mau sampaikan kepada ikatan sarjana perpustakaan mudah-mudahan disampaikan, itu saja terimakasih.

Agus R : Pak Bambang itu orang standarisasi. Jadi semuanya punya standar semuanya harus segini. Barangkali harapan dari Pak bambang adalah titipan dan juga harapan. Ditempat saya ada 100 perpustakaan tapi belum pernah ada pustakawan. Sebelum ditanggapi oleh dua pembicara didepan saya persilahkan Pak Bachtiar.

Bachtiar : Terimakasih, assalamuallaikum warahmatullahiwabarakatu. Saya bachtiar Anan Kusuma Ketua umum kemasyarakatan minat baca Sulawesi Selatan dari Makasar.

Saya sangat setujju sekali dengan sekmen Mbak tadi bahwa nantinya kepala perpustakaan harus memiliki visi yang baik salah satunya adalah harus mempunyai kemampuan atau publik grace dalam tanda kutip mempunyai kemampuan mendownload dalam artian bukan hanya kepada komisi yang membidangi. Saya sering mendengar dari teman-teman saya menyatrakan cara menbedakan anggaran.

Pak Benny kepala perpustakaan datang agar supaya peningkatan anggaran dari kemarin-kemarin besar dan lebih besar. Saya setuju sekali dimasa mendatang seorang kepala perpustakaan harus meloby bukan hanya dengan fraksi-fraksi yang ada di DPR, kalau tidak bisa memiliki seperti apa yang saya katakan ini maka akan sangat sulit untuk meloloskan moment-moment yang saya katakan tadi itu.

Yang kedua kepala perpustakaan harus mempunyai leadership. Jadi dia bukan hanya duduk di bangku di kantornya tapi dia harus mau melakukan perjalanan keberbagai tempat atau melakukan loby kepada partai-partai atau lembaga-lembaga tertetu atau intensitas kepada lembaga nasional.

Saya salut kepada Pak Dady, Pak Dady adalah kepala perpustakan yang banyak melakukan perjalanan ke daerah. Beberapa tahun yang lalu saya dan Pak Dady melakukan perjalanan di pesisir selatan. Yang kita butuhkan adalah sosok seperti Pak Dady yang mau terjun langsung ke daerah terutama dalam mengakomodir kepentingan orang-orang daerah.

Yang ketiga ada kesan perpustakaan kita yang sekarang menggunakan paradikma kumuh sehinggga orang-orang enggan kesana. Sekarang kepala perpustakaan kedepan bagaimana membuat sebuah pola sehingga ketika orang membicarakan tentang perpustakaan kelihatan terlihat sedikit modis.

Saya tertarik sekali dengan Forum Indonesia Membaca atau forum-forum yang berkembang sekarang ini karena saya pikir perpustakaan-perpustakaan seperti ini lebih diminati oleh masyarakat ketimbang perpustakaan-perpustakaan yang dikelola oleh birokrasi .

Terakhir saya berikan usulan sebagai orang daerah, di Perpustakaan Nasional ada anggaran pengadaan buku, pemberian buku-buku. Itu mungkin anggaran dari APBN atau anggrana dari mana, biasanya perpustakaan nasional itu menyediakan buku kemudian memberikan ke daerah tanpa melakukan survey, tanpa melakukan identifikasi kebutuhan terhadap mereka. Jadi katakanlah buku-buku yang dikirim ke Sulawesi Selatan, kabupaten Goa. Perpustakaan nasional mendrop buku-buku, ironisnya buku-buku yang didrop ke kabupaten Goa adalah buku-buku yang tidak layak atau buku-buku yang tidak dibutuhkan disana. Jadi kedepan perpustakaan harus melakukan identifikasi kebutuhan terutama mendrop buku bantuan yang bernuansa bantuan bukan mall praktek.

Ada kerjasama antara orang perpustakaan nasional dengan penerbit, bahwa penerbit tidak di tender secara terbuka jadi kita orang-orang daerah mendapatkan buku-buku yang tidak dibutuhkan. Saya kira kedepannya praktek-praktek seperti ini harus di rubah polanya. Terimakasih wasalamualikum warahmatullahi wabaraktu.

Agus R : Ada empat point yang saya catat tadi Pak Rachmat bukan dari perpusnas, dari Jakarta Barat. Pertanyaan itu bukan harus disampaikan atau diajukan tapi juga menanggapi apa yang di sampaikan oleh Pak bambang atau teman kita dari Makassar sana jadi tidak harus disampaikan.

Rachmat : assalamuallaikum. Saya tidak akan berapi-api seperti tadi. Saya setuju dengan tokoh yang duduk didepan saya ambil kedua-duanya. Kalau saya katakan kepala perpustakaan harus seorang sarjana memang harusnya seperti itu, dan itu tidak perlu di perdebatkan. Ada kepala perpustakaan nasional misalkan pribadi kalau nggak diem-diem aja. Kalau dulu di sekolah ada Depdiknas. Pernah nggak kita ke diknas terus ngomong. Pernah nggak kita ke departemen lalu ngomong.

Yang penting sebenarnya adalah integritas. Kepala perpustakaan nasional bukan hanya jadi kepala lalu diem aja, jadi ada faktor x yang akan kita pelajari. Tetap saja semua itu harus kita pelajari karena ilmu adalah pembawaan dari diri.

Pernah dulu ada salah satu menteri dengan DPR mengatakan bahwa orang depdiknas yang 20% bisa dibagi-bagi karena banyaknya. Pernah kita rapat, orang-orang harus dibagi-bagi pak, untuk perpustakaan untuk, ini dan ini tapi pada kenyataannya, jadi tidak pernah ada integritas atau ngomong dengan yang lain ini bagaimana.

Pak Ridwan mengatakan tadi ada 200 ribu sekolah, satu perpustakaan satu pustakawan, sudah 250 ribu direkrut. Saya pernah bilang dulu, kalau UI saja mengeluarkan beberapa puluh orang, maka butuh beberapa puluh tahun untuk selesai. Tapi bagi saya kepala perpustakan itu harus bisa terlihat, kalau saya ngomong dengan menteri itu terlalu tinggi karena yang melaksanakan juga yang bawah. Biasanya kalau kita mau anggaran baru datang. Kata dia ”kasihan” terus kita bilang. ”nggak dong pak” karena kita nggak perlu merengek-rengek.

Mungkin ada faktor x yang menyebabkan hal ini tidak dimiliki oleh seorang sarjana perpustakaan tapi ada faktor-faktor lain sebagai kemampuan kita. Kalau seorang kepala perpustakan adalah seorang sarjana ya memang itu sudah ketentuannya dan harus begitu. Tapi faktor x ini yang harus kita pelajari. Tadi saya membaca disalah satu komunitas membaca, perpustakaan adalah membaca benar nggak membaca?

Sudah banyak saya lihat di sekolah dasar, jangan jauh-jauh di universitas saja, banyak dosen tidak membaca. Kalau diluar negeri ketika masuk sekolah, di depan sekolah itu ada hangout dan beberapa buku yang harus dibaca. Di sekolah dasar mungkin 200, tapi di universitas itu satu mata pelajaran. Jadi orang masuk perpustakaan itu karena terpaksa harus membuat makalah misalnya. Setiap senin, rabu, jum’at berapa lembar. Kenapa mereka begitu? karena minat baca di Indonesia mulai tumbuh, coba lihat di depdiknas saja, persoalan membaca di ajarkan nggak disekolah tentang membaca? Nggak pernah. Kalau dari SD nya sudah susah apalagi sampai mahasiswa.

Saya membuat survei di universitas tarumanegara, saya akan menumbuhkan apa yang namanya e-jurnal. Itu dananya 150 juta. Tapi saya tanya pernah nggak pake jurnal? Nggak pernah. Inilah tugas kepala perpustakan nasional kalau dia mau integrasi. Terimakasih.

Agus R : Terimakasih Pak Rachmat. Silahkan ibu yang akan bertanya.

Ibu Ilus : Terimakasih, saya sudah diberikan kesempatan untuk reuni. Semua nadanya dari awal sama. Ini adalah pertemuan yang sangat penting karena kita membicarakan tentang masa depan. Juga tema kita sekarang ini adalah perubahan. Kalau dunianya saja sudah berubah maka kita yang ada disini pun harus berubah tentunya ke arah yang lebih baik.

Saya berpikir dari beberapa pembicara yang telah disampaikan bahwa kalau Amerika saja bisa mendapat pemimpin muda maka kita juga bisa mendapatkan pemimpin muda yang visioner. Saya berpikir kalau secara sistem kita bisa membuat pemilihan kepala perpusnas yang bagus yang tidak menurut peraturan pemerintah yang demikian tapi juga ada hal-hal lain yang secara manajemen yang dia lakukan.

Saya memimpikan seorang kepala Perpustakaan Nasional yang punya kapasitas sebagai leader. Yang pertama ikutannya adalah visioner. Visioner dia bisa equaly yang sebenar-benarnya dan dia punya manajemen skill yang baik, yang ketiga dia punya integritas seperti yang Pak Rachmat bilang lalu dia juga harus punya jejaring yang kuat dan lobbying dan juga marketing skill yang bisa membangun dunia perpustakaan di Indonesia dan juga ilmu pengetahuan di Indonesia. Dan juga best personality tidak boleh dilupakan. Terimakaasih.

Agus R : Ternyata kepala perpustakaan harus gaul supaya kalau ngobrol sama siapapun dan kalau dari teman kita dia harus kuat fisik karena dia harus jalan-jalan keluar daerah yang akan dikunjunginya. Silahkan

Angelina Basri : Terimakasih Pak Agus, saya ingin ikut urun rembuk dikit, nama saya Angelina Basri saya kerja di DPR.

Kalau kita kaitkan dengan isu karyawan saja, sekarang modelnya seorang karyawan itu direkrut berdasarkan kompetensi tekhnis dan kompetensi prilaku. Maka semakin tinggi posisinya semakin tinggi kedua isu itu muncul, saya setuju sekali dengan Ibu Binny tentang isu leadership dan dari Pak Bambang tentang persyaratan seorang kepala peprustakaan. Sama sekali kita belum memasukan isu leadernya. Saya kira isu-isu seperti itu semakin penting diperhatikan.

Komunikasi semakin perlu kita perhatikan. Ada satu tingkat di suatu perusahan bahwa seorang direktur tidak hanya mempunnyai visi tapi dia juga harus punya strategi bisnis. Karena posisi perpustakaan nasional ini di negara ini begitu pentingnya, kita mengharapkan sesuatu dari lemabag nasional tertinggi.

Isu-isu strategis yang berhubungan dengan itu tidak bisa di bicarakan sendiri. Maka keterkaitannya dengan perguruan tinggi dengan departemen-departemen yang sejajar dengannya. Saya juga bermimpi kalau bisa kita seperti Malaysia, dia saja negara miskin tapi budaya bacanya begitu. Sudah dua tahun ini saya dan Bu Utami sudah membantu kecil-kecilan didesa. Disana yang menjaga perpustakaan sekolah adalah guru, itu sama sekali tidak tau. Itu baru yang kecil apalagi lingkupnya nasional. Kita brandmark dech, nggak usah jauh-jauh Malaysia saja seperti apa. Sekarang Vietnam dan Kamboja saja sudah ngejar kita. Ini sedikit dari urun rembuk saya terimakasih.

Clara : Terimakasih Pak Agus, saya sebenarnya mewakili banyak unsur. Pertama saya dari Medan, kedua saya dari luar Jakarta, karena saya dari Depok.

Saya sebenarnya hanya tertarik dengan dua isu karena itu yang sekarang ini sedang saya tuliskan, berkaitan dengan isi seminar bahwa kita membicarakan kriteria. Yang pertama saya setuju dengan Bu Binny bahwa siapapun yang kelak menjadi ketua perpustakaan nasional adalah figur yang bisa masuk ke partai-partai. Ke partai bukan berarti harus masuk kedalam partai. Apapun partai-nya, apapun bajunya yang penting dia bisa masuk kedalam unsur itu. Karena percuma kalau kita berjuang segala macem tanpa meloby ke unsur itu.

Saya juga ingin membantah kalau seorang presiden sebuah negara, berarti harus dipimpin oleh negarawan, kalau perpustakaan ya pustakawan. Saya tidak perduli dia S1, atau apa yang penting dia harus pustakawan. Yang saya nggak sepakat adalah dia harus PNS, ini erat kaitannya dengan undang-undang, ya kita rubah lah undang-undang itu. Kalau nanti ada pihak dari swasta yang kita yakin betul bisa membawa dunia perpustakan kita menjadi lebih baik, ya dirubah sedikit lah undang-undang itu. Menurut saya kalau memang mau dirubah maka undang-undang juga harus dirubah.

Tadi Pak Rachmat bilang ini sudah usang karena menurut saya figur kepala perpustakaan nasional menjadi model. Kalau suatu saat kita memilih kepala perpustakan yang bukan pustakawan misalnya pebisnis, atau artis atau apalah itu akan ditiru kebawahnya semua.

Sekarang kepala perpustakan di pimpin oleh pustakawan saja di lembaga-lemabaga di seluruh perpustakaan banyak dipimpin oleh perpustakaan yang bukan pustakawan. Ini akan sangat strategis ditiru ditempat lain. Kalau kita membandingkan dengan Amerika kenapa sih kita membandingkan diri kita dengan negara –negara maju yang sudah jelas tidak bisa dibandingin.

Tidak semua hal yang terjadi di Amerika khususnya bisa diterapkan disini. Soal LC (Library of Congress), dia perpustakaan nasional kok bandingannya dengan LC sih? Ok kita bandingkan dengan LC, mungkin itu nggak penting banget buat mereka karena mereka tidak mau meniru.

Itu saja menurut saya pokoknya harus di perjuangkan hak-hak pustakawan. Menurut teman-teman saya pustakawan itu harus bisa berpolitik, kita harus bisa aktif di partai-partai karena hanya dengan kondisi Indonesia hanya itu yang bisa di dengar masyarakat.

Agus R : Selanjutnya Ibu Yati ingin bicara juga, saya persilahkan.

Yati Kamil : Terimakasih, senang sekali mendengar paparan dari rekan-rekan. Seperti yang kami kirimkan undangan dan TOR bahwa apapun yang akan kita bicarakan disini adalah mandat yang akan kita sampaikan pada kepala perpustakaan nasional siapa pun yang nanti akan dipilih dengan harapan seperti tadi, beliau lebih visioner, berpikir tidak hanya salemba selatan tapi nation work, dan banyak lagi yang kami inginkan dan nanti semua itu akan kami masukan ke dalam situs www.isipii.org.

Pada saat ini yang kami undang bukan hanya dari pustakawan tetapi juga kami mengundang dari kompenen masyarakat lain karena saya sebagai pustakawan hanya berkumpul antar pustakawan dan gaung profesi tentang pustakawan itu tidak banyak diketahuui oleh orang lain.

Ada teman salah seorang dari BUMN besar mengatakan bahwa pekerjaan pustakawan itu hanya mengecek buku, itu betul-betul melecehkan profesi kita. Tapi kita juga harus mengakui bahwa kita lupa atau tidak mampu menjual diri dalam artian positif. Dan kenapa kami menghadirkan berbagai unsur, jadi semua lembaga, asosiaasi, pekerja informasi Indonesia yaitu pustakawan sekolah kita harus bergerak bersama-sama.

Apapun pekerjaan kita walaupun berbeda tapi kita bergerak untuk hal yang bagus. Kalau kita bersama-sama gaungnya akan lebih terdengar dari pada kita berjalan sendiri-sendiri. Dan kita juga sering lupa kalau kita berbicara tentang perpustakaan maka bukan hanya orang-orang dalam perpustakan atau staf yang ada dalam perpustakaan tapi kita juga melihat masyarakat luas.

Kita juga harus bicara dengan penerbit, penulis, toko buku dan banyak jaringan-jaringan lainnya lagi. Belum lagi kita memperhatikan tumbuh kembangnya prakarsa-prakarsa dari banyak individu sebagai bagian dari PFA mereka mendirikan taman bacaa. Mereka juga adalah kepanjangan tangan dari perpustakaan juga. Itu semua juga harus kita cermati.

Dan ternyata masih banyak juga teman-teman pustakawan yang belum melihat buku undang-undang perpustakaan Indonesia. Karena kalau kita sebagai pustakawan tapi kita tidak memahami undang-undang pasti menyedihkan sekali.

Saya juga ingin memperoleh ide-ide atau pandangan yang sangat unik seperti tadi revisi undang-undang sebagai calon perpustakaan nasional juga dari swasta. Itu juga merupakan sesuatu yang unik mungkin tidak semua orang berani mengungkapkan tapi kita disini bukan untuk menyerang pribadi, perpustakaan nasional tapi kita disini untuk mencoba mencari cara agar kepustakawanan Indonesia semakin maju dan bangkit.

Saya pikir momentum ini harus kita gunakan pada saat pergantian kepala perpustakaan nasional karena perpustakaan nasional adalah rule model, kalau dari atasnya sudah tidak benar maka landasannya akan turun ke bawah. Karena semua peduli kepada kepustakwanan di Indonesia karena itu hasilnya akan disampaikan kepada perpustakaan nasional dan juga kepada kepala perpustakaan nasional yang baru. Terimakasih.

Agus R : Beliau adalah orang yang aktif sekali. Beliau adalah presiden termiskin didunia karena kerjanya nombok terus. Saya pernah mendapat pesan dari Pak Blasius bahwa nama perpustakaan. Per-pustaka-an, kalau pustaka di ganti dengan buku maka menjadi perbukuan. Ini ada senior kita, orang yang tau banget tentang perbukuan. Silahkan Pak Frans Parera.

Frans Parera : Terimakasih, saya Frans Parera. Saya tertarik datang kesini karena mendengar ada pembicaraan tentang perpustakaan dan kepala perpustakaan.

Saya mau perpustakaan Indonesia momentum dengan strategi budayanya. Mau budayawan, pegawai negeri yang penting perduli, saya mau undang-undang perpustakaan itu menegaskan bahwa pustakawan itu adalah budayawan.

Budayawan yang care kepada perbukuan sebagai media. Budayawan itu berkembang mulai dari lisan, cetak, elektronik, bahkan sampai digital. Kenapa bisa sampai begitu maju, karena budayawan itu bertolak dari desa ke kota.

Ini yang kurang, terus terang saya sering datang ke perpustakaan nasional ini, saya anggap ini sebagai gudang buku saja. Dengan sedikit pengharapan dan frustasi dengan perpustakaan nasional ini.

Saya sudah 6 tahun yang lalu menerbitkan majalah matabaca dan ternyata memang orang Indonesia ini tidak suka baca buku. Kalau dia suka baca buku mereka pasti berlanganan majalah matabaca. 6 tahun dia terbit itu pun harus dibagi kemana-mana. Hanya 500 orang saja yang beli buku berarti hanya 500 orang saja yang benar-benar care

Pertanyaan saya apakah kepala perpustakaan nasional itu yang meruupakan penangga presiden karena ada di istana. Kalau orang perpustakaan kan harusnya ada di istana atau sekaliber, kalau presiden ganti maka kepala perpustakaan nasional juga ganti sesuai dengan politik kebijaksanaan dari istana.

Yang kedua, dari pengalaman saya membuka taman bacaan di pondok pinang dan tiap minggu saya ajak berkumpul dan yang saya dapat disana adalah yang seharusnya mendapat perhatian pustakawan adalah mengembangkan volunteer-volunteer atau cadangan pasukan berani mati di lapangan. Volunteer-volunteer yang tidak perlu ada ijazah perpustakan tapi mempunyai hati terhadap gerakan membaca, itu yang lebih penting dari segala ijazah-ijazah itu.

Bagaimana kepala perpustakaan mendahului volunteer-volunteer di seluruh Indonesia, dari sabang sampai meroke. Kalau ada volunteer-volunteer yang bisa kita bangun, maka keluarga-keluarga disekitar akan merasakan pentingnya memadukan kebudayaan lisan, tulisan berpikir, bermain, berdialog di masyarakat. Lalu muncul dialog, toleransi diantara kita, nanti kalau mba Binny sudah menjadi anggota DPR saya akan telepon agar volunteer-volunter di berbagai daerah itu di berdayakan dan dimintakan anggaran. Beri mereka itu sebagai pejuang-pejuang dilapangan sebagai gerakan membaca.

Dari dunia perbukuan seperti kompas gramedia dan sebagainya yang saya prihatinkan adalah buku baru dati tahun 2005 berjumlah 11 ribu sekarang hanya menjadi 8 ribu buku baru. Lalu saya tanya kepada para perpustakaan-perpustakaan, bagaimana peran perpustakaan dengan jaring perpustakaan itu berhubungan dengan para penulis sehingga berencana dengan para penulis pada tahun 2009 itu buku 8 ribu, tahun 2010 12 ribu. Saya rasa lembaga inilah yang merencanakan buku-buku baru dan reprint atau buku-buku yang sudah sangat tua tapi masih hadir lagi kedalam masyarakat. Jadi itulah kepala perpustakaan sebagai budayawan itu. Mungkin itu saja.

Rizal S : Terimakasih nama saya Rizal, saya bukan seorang pustakawan tapi saya adalah seorang pemimpi. Karena memang saya melihat budaya bangsa kita ini, budaya bacanya rendah sekali.

Setelah saya masuk perguruan tinggi dan bekerja didalam negeri, saya melihat kita amburadul disemua pihak. Saya sebagai anggota birokrat tapi saya sudah pensiun, di lembaga penelitian pun rendah. Jadi semuanya project oriented, waktu itu saya mulai dari desa.

Waktu itu kami membantu beberapa perpustakaan di bandung di suatu desa lengkong dan di Bintaro daerah BSD. Ternyata perpustakaan SD dalam tempo 3 bulan meningkatkan budaya baca. Lalu mereka meminta kepada kita untuk membangun SMP karena mereka tidak mampu untuk masuk ke Bintaro Jaya, mereka orang Betawi asli, mereka terpinggirkan karena pembangunan. Ternyata anak betawi ini diberikan pendidikan dan perpustakaan bisa di transformasikan mampu menjadi anak-anak yang cerdas, percaya diri. Dan inilah yang kami harapkan akan ada suatu perubahan dari dalam, kita mau kemana?

Apakah kita mau memusingkan pemimpin atau kita mau menginginkan suatu perubahan yang cukup besar dinegara kita. Impian itu adalah mengerakan anak-anak dari sejak dini untuk membaca. Karena kita sekarang ini sedang mengalami krisis dalam kepemimpinan. Kita harus melahirkan anak-anak yang cerdas, asal dan mampu membuka wawasan dan mampu turun kebawah.

Saya juga melihat angota-anggota DPR juga hanya turun ke kota-kota tapi tidak kedesa. Saya punya banyak teman disana, saya juga pernah mengirim surat ke divisi 10 tapi mereka nggak membalas. Tetapi banyak yang datang kesana, dari Jerman, Inggris, China karena mereka dari kota dan mereka minta kepada partisial di Jakarta.

Jadi kita harus merubah orientasi kita dari City oriented ke vilage oriented. Kami melihat dari yang kami lakukan ini ternyata terpublikasi dari 10 menteri yang kami kirimi surat. Tapi dengan demikian dari level bawahnya dari kalangan direktur, kepala bagian mereka nggak pernah datang ke kantor kita. Sekarang SMP sudah berdiri sekarang kami ingin membuat SMA. Jadi ingin berkompetisi.

Kita harus berpihak kepada rakyat, oleh karena itu kita menumbuhkan minat baca dari bawah dan seorang pemimpin yang kita cari adalah orang yang mau turun kedesa-desa. Bukan hanya pergi ke restoran makan dengan kolega-kolega. Saya sebagai birokrat juga sudah meninggalkan hal demikian. Kami memimpikan menerapkan ini di desa-desa, kami pernah membicarakan ini dengan DPR dan mereka setuju tapi mereka hanya bicara saja. Jadi anak SMP kami mampu menulis. Dan kami menghimbau mereka mau turun kedesa lihat bagaimana orang lain. Jadi kita harus top down.

Kita harus rubah semuanya kalau tidak negara kita akan terpecah-pecah. Saya juga orang desa jadi saya tau bagaimana perasaan orang desa. Saya juga menerapkan ini di Papua, Flores, lereng desa Jember, Aceh, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, Banten, Sumatra Utara. Di Sumatera Utara saya pernah ke desa Bawang, karena sejarah lokal harus kita ungkapkan disana. Pustakwan menurut saya adalah profesi yang sangat mulia., tetapi perlu ada perubahan paradigma berpikir. Ini mungkin yang saya harapkan disini, dan sayang sekali kalau isu perpustakaan ini hanya uforia, mencari pemimpin kita harus lebih dalam lagi berbuat sesuatu menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau saya perkirakan satu desa itu 10 orang termasuk saya. Dan bikin create job setengah juta, kita bisa ciptakan 100 orang termasuk 20 orang guru dan usaha-usaha kecil. Bayangkan 100 kali 50 ribu jadi 5 juta. Kita bangsa yang besar, pernah jaya tetapi kita selalu merendahkan diri. Melalui membaca, perpustakaan bisa mengangkat semangat anak-anak muda ini untuk membentuk perubahan. Terimakasih.

Suyarno : Terimakasih atas waktu yang diberikan kepada saya, saya Suyarno dari Perpustakaan Nasional.

Ada dua masukan dari saya. Satu pengumuman dan yang kedua adalah apa syarat menjadi seorang pemimpin. Pengumuman bahwa sekarang Perpustakan Nasional telah melanggan berbagai E-resources untuk seluruh rakyat Indonesia.

Dengan ini saya beritahukan yang pertama melanggar proquest, yang kedua mengenai buku-buku, yang ketiga tentang west all international tentang buku-buku di seluruh dunia. Disini kami juga mengumummkan paswordnya dengan OFMMFRSHFC4, yang kedua dengan 425 judul buku.

Selain saya umumkan disini, saya juga telah mengirimkan surat kepada perpustakan kota diberbagai provinsi dan daerah dan seluruh perguruan tinggi harap ini di pergunakan dengan baik oleh seluruh rakyat di Indonesia.

Ini masalah kepemimpinan, saya berpikir syarat kepemimpinan ada delapan kalau dalam bahasa jawanya itu hasta. Itu saya ambil dari buku perpustakaan nasional dari buku Listi suti naskah kuno. Sifat dari kepemimpinan itu adalah
1.Batara Indra
sifatnya kuat, ikhlas, mau menerima dan semua yang terkandung didalamnya. Kuncinya
ikhlas.
2. Botoro Yo
yaitu aktif, positif, dinamis, tidak kenal menyerah dan tidak kenal waktu.
3. Batara Suryo atau matahari
Matahari itu budi, budi itu ilmu pengetahuan. Jadi seorang pemimpin harus
mempunyai pengetahuan dan harus bisa menyinari setiap hari tanpa ada henti-
hentinya.
4. Batar Suryo atau bulan
Dalam melangkah selalu tersenyum
5. Angin atau bayu
Amarah, nasfu manusia ada didalamnya. Angin artinya bisa masuk ke daerah,
Pegunungan
6. Tata nembung, tata nengso Artinya setiap pemimpin harus bisa diorganisasi, mengerti organisasi, sadar organisasi
7. Air atau dewa barno, itu adalah dewa yang jernih, bening,awas eling.
8. Dewa Brahma atau dewa api
dalam menerapkan keadilan atau sanksi harus tegas. Tidak memandang teman, kawan,saudara kalau salah harus tetap dihukum.

Ini adalah syarat kepemimpinan yang saya ambil dari naskah kuno koleksi perpustakaan nasional RI. Harapan-harapan kami perpustakaan-perpustakaan bisa mengeksplore koleksi-koleksi kita. Saya setuju kalau budayawan. Itu adalah syarat kepemimpinan dari saya, terimakasih. Satu lagi saya sebenarnya menginginkan pelangan yang sifatnya elektronik juga tapi sampai sekarang kami belum menemukan tendornya

Agus R : pengumuman yang di resource sudah bisa di akses tapi tidak ada terjemahannya. Silahkan.

Utami Hariyadi : Saya Utami Hariyadi dari departemen ilmu perpustakaan dan informasi fakultas ilmu budaya UI. Saya akan menegaskan kembali apa yang telah di jelaskan oleh teman saya yang berapi-api tadi mengenai undang-undang. Sebenarnya kita semua ada disini sangat prihatin siapa sih yang akan menjadi kepala perpustakan nasional. Tapi yang mendasar kita telah mempunyai perangkat hukum yaitu undang-undang perpustakaan yang belum semuanya orang yang ada diruangan ini yang tau. Ada isu yang lebih penting dari perpustakaan nasional untuk menyosialisasikan undang-undang ini tidak hanya sekedar menjelaskan tetapi juga memberikan penjabaran yang user friendly.

Karena kita paling jago kalau membuat kata-kata. Kalau anda membaca di salah satu pasal dalam undang-undang itu tugas perpustakaan nasional itu wah banget, sebagai pembina, sebagai perpustakaan rujukan, sebagai perpustakaan jejaring, perpustakaan deposit dan banyak lagi.

Saya tidak mengatakan kalau teman-teman tidak mampu, apakah ini sudah pernah di tinjau sampai berapa sih sebetulnya yang telah dilakukan oleh perpustakaan nasional apakah sudah mengemban tugas. Karena ini sudah jadi dan untuk merevisi undang-undang itu tidak semudah yang kita bayangkan. Prosedur nya sangat sulit dan ini juga salah kita juga, karena proses pengodokan yang telah lalu mungkin kita semua tidak terlibat, baik itu tidak mau terlibat atau kita memang tidak mau tau sehingga ketika telah jadi kita berteriak bahwa ini ngga bener,ini nggak bener dan sebagainya. Bagaimana kita bisa membantu menjabarkan tugas-tugas perpustakaan nasional dalam bentuk pedoman, yang simpel, yang membumi. Dan yang satu juga yang apabila telah bisa kita lakukan selama ini belum disosialisasikan kepada semua rakyat Indonesia. Ada satu lagi kelemahan dari bangsa Indonesia yaitu untuk memantau, mengevaluasi, kalau kita punya Indonesia koruption works kenapa sih kita nggak punya yang bisa juga memberikan masukan secara positif, jadi tidak hanya mencela, mencaci maki tapi juga memberikan masukan, usulan. Ini perlu dilembagakan menurut saya, saya nggak tau bagaiaman caranya perangkat hukumnya sudah ada, kalau sudah ada undang-undang. Dengan mudah yang lain bisa mengacu kepada undang-undang, kita bertindak berdasarkan undang-undang. Tapi seharusnya ada petunjuk-petunjuk untuk melakukan yang bisa kita buat dan kita jabarkan dengan lebih jelas. Bagi teman-teman yang ada di perpustakaan nasional saya juga banyak membantu membuat pedoma tapi maaf walaupun sudah di usahakan supaya simpel bahasanya ternyata waktu uji cobakan ke daerah mereka tidak memahami bahkan mereka mengatakan mereka telah mengelola perpustakaan nggak tau mulai dari mana. Ada banyak pr untuk lebih menjabarkan, lebih membumi yang dimaksudkan didalam undang-undang sebagai pusat pembinaan dan seberapa mampu sih perpustakaan nasional dan kalau mampu seperti apa lembaga independen yang tidak hanya workshhop seperti ini. Kita juga harus mempunyai special grup untuk bisa memantau, memberikan usulan atas kiprahnya peprustakaan nasional. Kira-kira hanya itu terimakasih.

Agus R : jadi tentang penyebaran informasi undang-undang masih banyak masalah, sekarang saya masih menyebutnya pengguna perpustakaan karena di undang-undang disebut sebagai pemustaka bukan lagi sebagai pengguna dan mata kuliah pemustaka.

S : Assalamualaikum, selamat pagi semuanya. Saya bukan dari pustakawan mungkin saya dari pemustaka.

Saya datang kesini karena undangan dan sebagai pengguna perpustakan. Mungkin saya akan lebih rilex atau lebih tepatnya curhat dari sisi orang yang menggunakan perpustakaan. Saya dulu sekolah di luar negeri dan ketika saya kembali ke Indonesia yang saya cari pertama kali adalah perpustakaan uforia, saya orang yang biasa menuangakan kreatifitas ke tempat yang saya anggap representatif dan itu adalah perpustakaan. Tapi ketika saya sampai di Indonesia kesan itu berubah.

Saya berlangaanan perpustakan nasional dan saya punya kartu anggotanya, saya juga member di perpustakaan diknas. Yang saya amati selama ini adalah orang yang aktif di perpustakaan itu adalah orang-orang yang tidak terjangkau artinya mereka kaku.

Ini adalah pengambaran secara umum bahwa orang-orang yang ada di perpustakaan umum adalah orang-orang yang puya kesan mereka sangat jauh dari masyarakat. Pertama kali saya tiba di perpustakaan dan bertemu dengan orang-orang yang aktif di perpustakaan ada rasa segan, rasa kaku.

Sedangkan sebagai pengguna sebagai visitor kita membutuhkan orang yang worm. Sebenranya anda adalah orang-orang yang berjualan jasa jadi kita butuh orang-orang yang ramah yang bisa memberi solusi kalau kami membutuhkan buku ini, dimana mencarinya.

Yang kedua adalah pelayanan. Tadi perpusnas baru melounching adanya jaringan buku-buku online. Tapi saya pikir tidak semua masyarakat Indonesia tidak bisa mengakses internet.

Terus terang saja perpustakaan itu seharusnya lebih dari sekedar buku. Jadi ketika baru datang ke perpustakaan we can get serve more than that, lebih dari sekedar buku. Artinya ada aktifitas, perkumpulan, kita bisa merasa nyaman untuk menghabiskan 3 atau 4 jam di perpustakaan. Di senayan kita mempunyai beberapa aktifitas seperti speaking club, Forum Indonesia membaca dan saya berharap di perpustakan nasional punya juga.

Jadi ketika kita datang kesini kita mendapatkan lebih dari sekedar buku-buku. Ini di luar dugaan karena ternyata orang-orang disini baik-baik, dan saya baru berusia 26 th artinya saya mewakili orang-orang muda. Nanti saya speak keluar kalau kita sebagai orang muda bisa bergabung dengan semuanya. Dan mengembangkan undang-undang

Ida Nyoman Irakuswoyo : Perkenalkan nama saya Ida Nyoman Irakuswoyo saya bukan dari pustakawan saya hanya penyuka baca, saya datang kesini karena mendapat undangan dari teman di salah satu perpustakaan umum di DKI.

Saya tertarik hadir karena undangan nya begitu menarik sekali ada TOR dan segala macam, tapi saya tertarik sekali dengan Pak Agus sebagai kandidat kepala perpustakaan nasional.

Saya sangat kagum terhadap kalimat yang telah disampaikan oleh teman-teman sebelum saya bahwa saya selama ini melihat perpustakaan umum itu seperti robot, karena kalau saya datang di wajah mereka tidak ada senyum karena mereka birokrat, tapi nggak juga. Misalnya kalau saya sebagai pengguna datang, disapa dan diberi informasi ada buku terbaru.

Saya juga ingin didalam perpustakaan ini ada pengembangan. Harapan saya yang menjadi kepala perpustakaan itu siapapun, entah itu pustakawan sejati atau memang mereka yang mempunyai kasta brata.

Tetapi kita yang hadir disini yang sadar, yang waras yang sehat ayo bantu kepala perpustakaan nasional. Kalau menurut saya kepemimpinan SBY-JK banyak di kritik tapi kenapa kita nggak membantu. Intinya kita harus mendukung kepala perpustakaan kampus, sekolah, kabupaten, provinsi pokoknya kita harus dukung.

Saya tidak tau apakah panitia saat ini melibatkan media karena di milis semuanya orang pustakawan, sehingga diliput dan dicetak dikoran dan orang banyak melihat dan ternyata orang membahas juga. Saya harap teman-teman semua juga melibatkan bukan hanya partai politik tapi juga media.

Media itu jangakauannya luas sekali. Hari ini kita seminar besok ada di koran A sehingga kita tidak merasa sendirian. Dan yang terakhir seharusnya kita selalu mengupdate misalnya tentang undang-undang perpustakaan, tentang segala macam yang ada di perpustakaan nasional kita harus mengupdate.

Saya harap kegiatan ini akan terus berlanjut entah itu untuk pustakawan atau siapapun sehingga semua orang suka baca. Karena didekat Jakarta, Bogor adalah 5 terbesar buta huruf . Jadi kita tidak usah bicara Papua, Kalimantan, Sulawesi. Bogor yang hanya satu jam dari jakarta masuk 5 besar buta huruf terbesar se Indonesia. Jadi kalau kita meributkan tentang orang dalam perpustakaan bagaimana mereka.? Kalau saya pikir di lengkong membuka perpustakaan itu hanya aksen, volunter yang luar biasa, saya rasa kalau teman-teman membuka perpustakaan sendiri kemudian mengajak tetangganya, temannya bukan hanya untuk koleksi buku sendiri.

Saya rasa hanya sekian mohon maaf kalau ada yang tersinggung karena ini hanya sekedar masukan karena sebagai orang search marketing saya melihat perpustakaan belum melakuakn search marketingnya dengan baik. Dan saya sangat mengangkat buat perpustakaan keliling yang luar biasa yang menurut saya itu sangat baik sehingga orang yang ada di pelosok dapat menjangkau buku itu dengan baik karena bahan baku untuk kertas itu dikenakan pajak. Jadi harapan saya kepada teman-teman mendorong dirtjen pajak dan departemen-departemen khusunya untuk biaya buku dan cetak tidak dikenakan biaya masuk agar bukunya tidak mahal. Jadi sayang sekali kalau pajak itu masih melekat di buku sedangkan India saja sudah tidak mengenakan. Jadi itu saja mohon maaf kalau ada yang tidak berkenan, selamat siang.

Agus R : Pak Nyoman tadi anda mengungkap rahasia bahawa pustakawan menggunakan seragam, mereka hanya nggak berani bajunya beda. Saya pernah bicara dengan gubernur Pak Dani. ”Pak boleh nggak pustakawan puya baju yang beda?” ”mangga silahkan”

Mbak Dina : Saya sebelumnya sudah bicara dengan presiden bahwa tadi ditekankan untuk kriteria perpustakaan nasional, bahwa nanti harus ada yaitu dewan perpustakaan nasional karena itu nantinya akan berpengaruh besar kepada pustakawan di Indonesia tapi ternyata belum menjadi fokus teman-teman. Satu lagi tentang SDM, ini bukan pembelaan diri pustakwan, bahwa pustakawan tidak bisa senyum. Apa perlu nanti di mata kuliah ada pelajaran senyum. Dari yang saya tangkap mahasiswa tidak bisa membedakan perpustakaan nasional, perpustakaan umum. Ada lagi masuk nya di perguruan tinggi mana keluarnya di perguruan tinggi mana. Terimakasih.

Agus R : perpustakaan yang jarang senyum adalah yang dari perpusda DKI. Silahkan yang satu lagi.

Erika : Saya temannya pak Agus, saya punya perpustakaan yang ternyata harus tutup jam 9 malam karena mereka betah di perpustakaan. Dan saya pernah menolak salah satu pegawai karena dia nggak bisa senyum dan akibatnya memang parah. Permintaan kepemimpinan kepala perpustakaan nasional, bisa tidak kita adakan adu program untuk calon-calon kepala perpustakaan nasional, Jadi bagaimana kalau dia adu program saja mana program yang terbaik. Misalnya sudah 8 hasta tadi yang sudah dipenuhi sekarang tinggal program perpustakaan nasional saja yang harus dilaksanakan. Misalkan ada 100 program peprustakaan nasional dan berapa calon kepala perpustakaan itu mampu melaksanakan. Jadi janjinya bisa kita peggang. Itu saja terimakasih.

Sri Rukmiyati Atmakusuma : Terimakasih saya Sri Rukmiyati Atmakusuma sudah 13 tahun saya di perpustakaan nasional dan sudah 17 tahun saya diperpustakaan abri jadi sudah 30 tahun saya bekerja di perpustakaan. Sekarang saya sudah pensiun tapi saya melihat pustakawan kok masih begitu-begitu saaja.

Kalau saya berpikir seandainya kita bisa menemukan seorang kepala perpustakaan nasional yang paham seperti apa sih mengembangkan perpustakaan nasional, orang swasta, orang bisnis dan dia mau memimpin perpustakan nasional dan pikirannya luas. Terus terang saja kalau pikirannya hanya pegawai negeri selalu kita tergantung kepada pengarang, yaitu proyek, proyek dan proyek.

Barangkali kalau bisa menelusuri siapa yang berminat untuk menjadi kepala perpustakaan nasional nggak penting dia jurusan perpustakaan atau tidak yang penting dia bisa nggak memikirkan bagaimana menghidupkan perpustakaan.

Pustakwan bekerja sebagai tekhnisi yang akan mengerjakan. Tapi pimpinannya harus ngerti harus mengkatalog, harus tau bagaimaan harus mengembangkan perpustakaan sampai ke daerah. Itu mimpi saya, bagaiaman kalau kita bisa mengundang orang swasta yang bisa cari uang yang bisa cari bagaimana bisa mengembangkan perpustakaan. Barangkali sulit, barangkali ada orang yang ingin mengembangkan perpustakaan nasional barangkali. Kalau dari kita mungkin hasilnya akan sama tergantung pada proyek, pada anggaran tapi dia tidak bisa menjangkau yang lain. Itu saja mimpi saya, orang lama yang sudah tidak terlibat. Jadi menurut saya bagaimana menemukan orang bisnis yang mau cari uang dan tau cara mengembangkan perpustakaan.

Fajar : Kesalahan Indonesia adalah mereka tidak mempunyai leadership, contoh yang sangat sederhana sewaktu ada seminar-seminar kita biasanya orang yang ada didepan itu dipilih orang-orang tertentu.

Sehingga tidak pernah muncul pustakawan-pustakwan baru yang punya pemikiran baru. Seperti ini harus kita kembangkan sehingga akan banyak pustakawan yang tampil, sehingga muncul profesor dan segudang pustakwan. Jumlah S1 berapa, S2 berap. Tapi di satu sisi jumlah D3 semakin jenuh. Sekarang banyak pengangguran D3 yang terlantar tapi tidak ada pemikiran kesana. Jadi kita perlu menumbuhkan dan mengembangkan pemikiran yang lebih maju. Yang lainnya adalah ada kotak-kotak yang terjadi di kita.

Tadi disini disampaikan ada langganan proquest,tapi disisi lain ada orang yang mengembangkan pustakwan-pustakawan juga. Jadi kepala perpustakaan nasional harus mempunyai sinergi dengan lembaga-lembaga lain. Di tingkat daerah saya lihat dari banyak volunteer yang lebih cepat dan banyak sekali dan saya lihat kerjanya lebih duluan daripada perpustakaan yang formal, perpustakaan daerah dan mereka lebih menghargai volunteer-volunteer itu.

Selain itu perpustakaan –perpustakaan seperti TBM yang didirikan secara sukarela kegiatannya lebih banyak dari pada perpustakaan yang dikreasi oleh pemerintah dan kadang-kadang tidak ada juga kerjasama juga. Tadi disebutkan juga masalah undang-undang, tapi realisasi dari praktek itu sendiri kali tidak dilaksanakan. Misalnya undang-undang deposit, mengapa disebut librarian kongres justru lebih banyak koleksinya dari pada kita perpustakaan nasional karena ada yang turun ke daerah-daerah dan mengambil dari publikasi-publikasi di LSM-LSM itu juga muncul dan sampai kedana. Sehingga yang muncul di perpustakan nasional tidak banyak dari pada yang muncul di libraryan congres.

Disisi lain kita ketinggalan dari sisi internasional, saya lihat di forum-forum international orang-orang indonesia sedikit sekali ini perlu karena kita sering sekali bangga dengan perpustakaan dinegara lain.dan tidak merasa bangga dengan perpustakaan sendiri. Termasuk juga sewaktu kita mengadakan seminar-seminar dan kita mengundang orang asing dan kita terheran-heran melihatnya dan kita juga harus merasa bangga dengan orang kita sendiri.

Kita juga harus mendengarkan karena perpustakaan nasional sering mengikuti kegiatan-kegiatan internasional jadi bisa share dengan orang-orang yang berada didaerah-daerah karena tidak semua orang mempunyai kesempatan kesana. Saya rasa ini yang harus dipikirkan kedepan oleh seorang kepala perpustakaan. Terimakasih.

Winanurdin : Terimaksih aatas kesempatan yang telah diberikan, saya sudah menyampaikan apa yang ada dalam pikiran saya di CS dan saya sejalan dengan pola pemikiran kepala perpustakaan nasional tidak harus sarjana perpustakaan dan tidak harus PNS.

Kalau kita bisa mengembangkan itu dan menuju lembaga perpustakaan nasional yang lebih baik mungkin itu akan menguntungkan. Tadinya saya melihatnya regenerasi tapi lebih tepatnya disebut reformasi. Karena yang diharapkan sebagai kepala perpustakaan nasional bukan hanya sebagai kepala organisasi tetapi adalah kepala pemimpin kepustakawanan Indonesia, ini adalah transformsi yang kita inginkan sehingga kepala perpustakaan nasional nantinya tidak hanya memimpin organisasi keperpustakaan nasional tapi memiliki juga kepemimpinan kepustakawanan Indonesia. Mungkin konsep kepemimpinan perpustakaan ini perlu di delivery kan ke pegawai perpustakaana nasional. Jadi bukan hanya kepalanya saja yang seperti itu tapi pemimpin perpustakaan nasional juga pemimpim kepustakawnan indoneisa dan ini yang saya tangkap dan saya harap ini bisa dirumuskan dengan lebih baik. Mungkin itu saja terimakasih.

Wien Muldian : Saya Wien Muldian dari perpustakaan depdiknas. Saya mau mengambil kesimpulan ke daerah, saya sangat sedih melihat perpustakaan didaerah, ada banyak perpustakaan yang bagus di daerah seperti Magelang, di Jawa, ada satu fenomena yang menarik ketika salah satu kepala perpustakaan di ganti dan kemudian di gabungkan dengan arsip menjadi suatu badan itu yang akhirnya menyebabkan banyak penurunan. Jadi rata-rata karena loby kepala perpustakaan yang nggak jago maka di pimpin oleh kepala arsip dari pada orang perpustakaan.

Jadi itu yang harus kita perjuangkan dan saya yakin kepala perpustakaan kedepan harus memberikan konsen dibidang ini ada segala macam peraturan tapi ketika loby-loby yang sudah ada di kepala-kepala sebelumya akan muncul kekepla yang baru karena mempunyai kedekatan dengan kepala daerah. Dulu ada Riau membaca yang kita komponen rame-rame, gedungnya keren dan di pimpin segala macem tapi apa bukan lagi di bawah orang perpustakaan. Jadi saya yakin sebelum kepala perpustakan membangun anak buahnya di daerah dengan latar keperpustakaan itu saja. Dan saya berharap kepala perpustakaan yang akan menggantikan Pak Dady nanti mau mendengarkan diskusi kita disini. Terimakasih.

Blasius : Apa yang anda bicarakan pada pagi ini adalah tentang tataan dan sebagainya dan saya rasa itu baik semuanya. Mohon diagendakan kapan anda memiliki kepala perpustakan yang anda inginkan. Misalkan tahun 2010, saya tidak membayangkan apakah pergantian ini akan secepat itu, paling tidak kita semua pustakawan mempuyai agenda, tetapi agenda itu penting. Terimaksih.

Agus R : Tadi kan di buka dengan dua narasumber dan sekarang ditutup dengan dua narasumber apa gagasan atau pendapat mereka yang muncul disini. Saya tidak tau apakah notulen sebanyak ini bisa disebarkan.

Binny B : terimakasih, bapak ibu sekalian saya senang sekali bisa mendengarkan diskusi pagi ini ternyata bukan dialog satu arah da ternyata banyak ekspektasi.

Topik kita adalah kita membicarakan perpustakaan nasional tadi juga sudah di ingatkan bahwa kita mempunyai undang-undang. Saya juga setuju bahwa diskusi pagi ini tidak hanya membicarakan perpustakan nasional tapi juga kita semua bisa meningkatkan minat baca dan juga kompetensi pustakawan kemudian juga ada legistimasi mengenai pajak dan sebagainya.

Saya rasa itu juga tidak enak kalau semua itu diletakakan di pundak kepala perpustakan yang baru, dengan acara ini kita bisa berorganisasi. Jadi kalau punya usulan tentang amandemen undang-undang ini masalah research kita bisa sheering di komisi 10. Kalau misalnya ini terlalu cepat, kalau masih ada waktu untuk meloby-loby ke caleg-caleg yang mencalonkan diri lagi. Itu kalau masih mau mencoba jalur-jalur politik kalau masih melihat ada kemungkinan mempengaruhi undang-undangnya seperi apa.

Apa yang anda sampaikan disini juga perlu kerja politik dari anda-anda juga. Kalau tidak sekarang mau kedepan seperti apa, udah mulai membuat segi perangkatnya seperti apa,kalau mau memakai perangkat hukum. Dan yang kedua harus kejar media karena kalau saya sebagai media saya nggak tau mau nulis apa.

Sebenarnya pers rilis harus di keluarkan sebelum diskuksi apakah yang akan bapak dan ibu mau pertanyakan apakah perombakan total tentang perpustakaan atau tentang undang-undang yang mau dirubah. Jadi usul saya yang kedua adalah apabila ada hal yang sangat krusial, yang bisa mengakibatkan kiamat bagi perpustakaan nasional maka segeralah mengadakan rapat kemudian membuat pernyataan pers, tapi tanpa kerja-kerja advokasi, tanpa-tanpa kerja politik saya khawatir akan begini lagi 30 tahun lagi.

Situasi negara kita sudah berubah, demokrasi kita juga sudah berubah apapun bisa kita rubah menjadi lebih baik tapi juga memerlukan kerja-kerja yang lebih rapih terutama dibidang hukum, advokasi,media dan juga kepada publik lagi seandainya ingin meloby ke komisi 10 mungkin saya bisa mencari tau siapa dari fraksi golkar yang bisa meloby kearah itu.

Ridwan : Saya tau setiap organisasi harus berpolitik, di universitas pun, di perpustakaan ada politiknya. Saya tidak bisa menanggapi kalau dari segi politik tetapi saya lebih menanggapi dari sisi kepustakawanan.

Dari yang saya dengar dari teman-teman bahwa ada kekakuan, atau kepala perpustakan harus seorang pustakawan tidak boleh kalau yang tidak pustakwan. Tetapi kalau saya lihat ini semua terjadi karena kita semua tidak pernah memikirkan bentuk perpustakasn nasional itu sendiri mau menjadi bagian birokrasi dari pemerintahan atau menjadi suatu badan hukum. Kalau dia menjadi badan hukum seperti perguruan tinggi itu kan maka dia bisa menjadi fleksibel, kalau dia pegawai dari luar dia bisa merekrut segera. Tapi kalau dia masih dalam birokrasi pemerintah masih seperti itu, kepalanya harus pegawai negeri karena dia lembaga non departemen.

Yang kedua ada banyak masalah misalnya gerakan membaca, budaya baca, tapi kalau kita baca literatur semua perpustakaan,termasuk perpustakan umum dan perpustakaan nasional tujuannya adalah untuk mensejahterakan rakyat. Tapi orang bertanya-tanya bagaimana perpustakan bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat dan itulah yang harus di etlabora sehingga bisa dibuat program-program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dimana pun.

Dari awal saya mengungkapkan saya punya harapan atau ekspektasi di Indonesia itu lebih banyak berdiri perpustakaan tidak seperti sekarang sedikit. Sehinga komunitas pustakawan lebih besar, pemustaka semakin banyak, kemudian perpustakaan-perpustakan di wilayah-wilayah, kota-kota atau didaerah-daerah lebih berperan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tapi orang tidak percaya kalau perpustakaan bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tapi kalau kita melihat didalam literatur itu jelas disebutkan. Ada program menggerakan minat baca, ada juga yang khawatir orang indonesia tidak suka membaca.

Sejak saya bekerja di perpustakaan saya tidak percaya kalau orang indonesia tidak suka membaca. Berarti bukan untuk menumbuhkan minat baca yang harus didahulukan tetapi bagaimana menumbuhkan berbagai perpustakaan dimana pun sehingga orang membaca. Kalau itu tidak ada maka orang tidak akan bergerak, tidak juga akan meningkatkan minat baca. Sekarang sedang timbul masalah sudah mengumumkan ada elektronik resources dan saya rasa di perguruan tinggi juga banyak dokumennya. Pertanyannya bagaimana rakyat Indonesia dapat mengakses dokumen itu? Jawabanya kembali lagi bahwa perpustakaan itu harus banyak. Infrastruktur untuk mengakses itu adanya di perpustakaan. Pada saat internet di perkenalkan kepada indonesia kita bingung mau ditaruh dimana terminal untuk rakyat. Di Malaysia sudah ada perpustakaan desa sejak dulu, sewaktu masuk internet di taruh di perpustakaan desa sehingga kesenjangan akses tidak terjadi.

Jadi ini rangkuman dari saya, memang bukan membentuk kriteria atau apa tapi kira-kira beginilah kepala perpustakaan nasional yang kita harapkan kira-kira begitu. Malihat peran library itu seperti apa dinegara kita, khususnya dinegara kita dimana jumlah perpustakaan kita masih sedikit. Terimakaih dari saya dan saya mohon maaf bila ada yang kurang berkenan.

Agus R : Silahkan Pak Daddy, apakah benar kepala perpustakan tidak akan lama, betulkah perpustakaan kurang memperhatikan kepentingan di daerah? Apakah benar perpustakan hanya seperti gudang buku nggak ada budaya nya sama sekali. Silahkan Pak Daddy.

Daddy : Assalamuallaikum, mohon maaf saya terlambat karena saya habis menghadiri acara di Depok. Saya terlambat sehingga tidak mendengar semuanya. Tapi kalau mendengar suara komplain, soal caci maki kita sudah biasa, jadi kita sudah nggak kaget lagi. Silahkan saja unek-unek anda sampaikan pada pagi ini dan semua saya terima dengan senang hati.

Kita membicarakan perpustakaan nasional itu adalah perpustakaan yang tertinggi di Indonesia ini. Dan langsung di bawah presiden. Kemudian juga merupakan koleksi perpustakaan terbesar di Indonesia, juga merupakan gedung yang tertinggi karena kita punya 11 lantai. Nantinnya kalau sudah di ijinkan oleh pemerintah tahun depan kita akan membangun gedung perpustakaan nasional di jalan Merdeka selatan. Gedungnya nanti akan setara tingginya dengan gedung DKI walikota, kalau nggak salah 23 lantai ke atas, ke bawah 4 lantai. Karena minggu depan kita akan kedatangan Menkokesra yang akan memberikan ancang-ancang untuk membangun gedung di Merdeka Selatan. Dan itu diambil dari APBN kita dan sudah diperkirakan anggaran itu sekitar 600 Milyar.

Tadi dari bung Ridwan saya mendengar bangsa indonesia tidak suka membca, membacanya kurang dan saya setuju, karena saya punya catatannya sendiri karena saya punya bukti kalau orang kita tidak senang membaca. Contoh tahun 2003 kita konsel ke Brunai, kemudian grup kita banyak ada berapa ratus orang. Dan kita mengunjungi masjid brunai darusalam yang ada emasnya. Dan spontan teman kita langsung memotret dan segala macem, lalu datang satpamnya dan dimarahi. ”Kamu nggak liat ada tanda ”non fotografi” itu contoh orang kita tidak senang membaca, kurang bukti apa lagi. Jadi betul kita harus meningkatkan membaca juga tapi kita juga harus meningkatkan perpustakaan ini.

Kalau membicarakan kepala perpustakaan nasional, saya mendengar dari Bu Yati bahwa tidak hanya sebagai kepala perpustakaan yang hansif tapi juga sebagai pemimpin perpustakan di indonesia ini. Tatapi kalau kita membicarakan perpustakaan di Indonesia ini, perpustakaan nasional ini tapi ada perpustakaan provinsi, kota, khusus dan macem-macem. Yang kita risaukan adalah perpustakaan provinsi yang di jabat oleh orang yang non perpustakaan. Sampai detik ini kemarin ketika ada pelantikan mereka masih mengangkat orang-orang yang bukan perpustakaan menjadi kepala perpustakaan padahal kami sudah membekali mereka dengan buku tentang undang-undang perpustakaan.

Jadi mulai sekarang kita harus menggerakan moral, research group atau apalah mulai dari mendiknas, pada presiden, gubernur, bupati dan semuanya, karena 90% orang PTN bukan orang perpustakaan melainkan dosen. Karena sudah ada dalam undang-undang bahwa orang yang memimpin perpustakan adalah orang-orang pustakwan atau orang-orang yang ahli di bidangnya. Kalau sudah begini saya harapkan kepada teman-teman untuk membuat petisi menghimbau kepada masyarakat, presiden, kita dekati beliau mudah-mudahan baliau akan tergerak. Karena sebentar lagi akan ada regenerasi kepemimpinan perpustakaan yang baru dan jangan sampai terjadi jabatan pemimpin perpustakaan bukan dari orang perpustakaan.

Saya sudah 8 tahun bekerja disini dan saya sudah membuat himbauan kepada gubernur nanti pada saat akan melantik kepala perpustakaan daerah harus orang yang mengerti perpustakaan. Dan saya harap kita bisa membuat suatu rumusan yang akan kita buat, kita teruskan kepada presiden jangan kepada mendiknas. Saya kira beliau akan membaca karena beliau adalah penulis buku dan beliau adalah pembaca yang baik karena dari koleksi buku dirumahnya ada 15 ribu eksemplar buku. Demikian unek-unek dari kita dan saya harap apa yang kita bicarakan pagi ini ada hasilnya bukan haya duduk, unek-unek, komplain tapi begitu selesai itu tidak ada apa-apanya.

Agus R : Terimakasih Pak Dady, sebenarnya diskusi kita bukan untuk menyebutkan apa sih kelemahan Pak Dady selama ini. Dan kita juga tidak mebicarakan bahwa regenerasi penganti Pak Dady itu harus lebih muda. Kita lebih sepakat dengan transformasi, banyak sekali keinginan kita yang muncul lama, kemudian penganti kepala perpustakaan harus diganti dengan yang muda tapi dia harus mempunyai transformasi. Tapi dia punya paradigma, pemikiran yang baru yang menjadi kepala kantor.

Tadi Pak Dady menyebutkan banyak sekali kepala perpustakaan yang kepalanya bukan pustakawan, tapi mereka menganggap Bapusda adalah badan perpustakaan daerah, seperti badan koperasi, nggak ada kan yang minjem duit kebadan koprasi, maka badan perpustakaan itu adalah badan pemerintah yang siapa pun bisa disitu. Sama seperti perpustakaan kotamaddya itu disebutnya kantor perpustakaan kota madya dan itulah yang menjadi paradigma. Dan kalau mau publik lah yang harus membuat perpustakaan umum yang dibangun sendiri. Tadi pak Blasius menjadwalkan kapan kita membuat paradigma baru kita buat, dan nanti kalau ada keingina meloby akan ada yang bisa membantu. Yang punya Pak Ridwan nanti akan disumbangkan kepada Mba Yati

Surnomo : Terimakasih, asalamuallaikum warahmatullahiwabarokatu. Mungkin ada tiga catatan saya setelah saya mendengarkan diskusi dan dialog interaktif di antara kita.

Catatan saya mudah-mudahan dalam pertemuan hari ini yang dihadiri oleh berbagai komponen bangsa, mudah-mudahan bisa dijadikan bahan pertimbangan khusus didalam rangka pengajuan kepala perpustakaan nasional yang baru karena biasanya Paperjanas atau TPA atau pejabat yang berwenang pada saat menentukan kepala perpustakaan atau yang lainnya terikat dengan aturan-aturan formal.

Paling tidak paradigma didalam pertemuan ini dijadikan rekomendasi bagi pejabat-pejabat yang berwenang untuk mengangkat kepala perpustakaan nasional dengan segala pertimbangannya. Saya tertarik sekali dengan persoalan apakah kepala perpustakan nasional boleh dijabat oleh orang-orang dari swasta, kemudian pertimbangan-pertimbangan itu tidak langsung ditujukan kepada presiden tapi karena diknas merupakan koordinator dari perpustakaan nasional paling tidak mendiknas mendapatkan tembusannya sebagai dbahan pemikiran.

Yang kedua perpustakaan nasional masih banyak sekali PR yang harus diselesaikan satu diantaranya adalah kita belum menyusun peraturan pemerintah. Kemudian ada standar nasional, satu di antarnya adalah standar nasional ketenagaan, kemudian kebijakan nasional dan sebagainya. Paling tidak kalau nanti muncul ada revisi secara total maupun nantinya ada uji materil dan uji formil dan sebagainya paling tidak pertemuan ini bisa menjadi bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk melengkapi khasanah-khasanah didalam melengkapi unsur PP, standar nasional dan sebagainya.

Yang ketiga apakah ini merupakan legal formal apakah kepala suatu lembaga non departemen apakah harus pejabat karir ataukah harus pejabat politis. Saya harap ini adalah pejabat karier pak, karena nanti siapapun yang akan menjadi kepala perpustakan nasional tidak bisa mengesampingkan. Seyogyanya apakah kepala perpustakaan nasional adalah pejabat karier ataukah pejabat politis?

Yang terakhir, sebenarnya dalam undang-undang no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan seharusnya sudah di bentuk adanya dewan pembina perpustakaan. Kalau dewan pembina perpustakaan ini terbentuk sebelum usulan ini saya kira dewan pembina ini dapat menjembatani masalah-masalah oleh perpustakaan nasional dan segala kriterianya. Tapi sayangnya sampai saat ini dewan pembina perpustakaan belum sempat terbentuk .

Tentunya dalam usulan inlah yang bisa menjadi bahan pertimbangan jadikan paradigma-paradigma yang instrumentational supaya nanti kepala perpustakaan nasional betul-betul orang yang punya harkat, kemauan dan sebagainya. Saya pesan kepada Ibu Binny, mudah-mudahan ibu Binny bisa menjadi caleg, kalau mungkin ada pustakawan yang duduk dilembaga legislatif kalau tidak ada saya harap suara kami semua bisa menjadi saatu dan disampaikan. Terimakasih.

Agus R : Dulu Pak Sunormo pernah saya marahi karena sebagai pegawai negeri terlalu bersemangat. Waktu di Jogja Pak Sunormo itu gajinya kecil tapi semangatnya besar lalu dia melunak dan akhirnya dia pindah ke Jakarta. Saya berterimakasih atas gagasan, usulan semuanya sudah ditampung dan saya kembalikan acara ini kepada yang punya silahkan Mbak Yuni.

Yuni : Sebenarnya yang punya acara ini kita semua, kita yang perduli dengan perpustakaan di Indonesia. Sekali lagi saya atas nama koalisi perduli perpustakaan mengucapkan terimakasih atas sumbang saran dan ide-idenya. Kami welcome atas apa yang dibicarakan disini dan kami akan usahakan ditulis dan disebar kepada teman-teman yang hadir disini semoga mencantumkan emailnya untuk mempermudah karena ini adalah rangakaian kegiatan kami. Karena setiap kali kami mengadakan kegiatan hasilnya akan kami sebar kepada peserta yang hadir tersebut. Untuk yang ini kami mungkin bisa merangkumnya dan menyebarkannya kepada teman-teman dan kalau ada masukan kemajuan perpustakaan khususnya di Indonesia. Saya juga banyak mencatat banyak sekali hal-hal yang harus kita kerjakan setelah ini tapi disisi lain ada kontribusi dari teman masing-masing. Setiap orang bisa berkontribusi dan bergerak bersama demi kemajuan perpustakaan. Terimakasih sekali lagi kepada pembaca acara Pak Agus Rusmana sebagai moderator yang telah mebuat suasananya menjadi rileks, dan kepada teman-teman atas sumbang sarannya. Selamat berjuang demi kemajuan perpustakaan indonesia. terimakasih assalamuallaikum warahmatullahi wabarakatu.

Kamis, 05 Februari 2009

Seminar Sehari Kepustakawanan Indonesia, 12 Februari 2009

Term of Reference (TOR)
Seminar Sehari Kepustakawanan Indonesia 12 Februari 2009

"Siapa Kepala Perpustakaan Nasional Mendatang? : Diskusi tentang Regenerasi Kepemimpinan dalam Kepustakawanan Indonesia"

I . Pengantar

Perpustakaan berfungsi sebagai salah satu sarana pembelajaran dan pendidikan bagi setiap individu. Pengesahan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan sejatinya merupakan salah satu legitimasi atas pentingnya perpustakaan. Undang-undang Perpustakaan ini pada bagian pertimbangan juga menyebutkan peran perpustakaan sebagai sarana pembelajaran seumur hidup bagi seluruh masyarakat Indonesia. Fungsi perpustakaan tersebut dapat terlaksana secara maksimal dengan adanya lembaga yang mengelola dan mengembangkan perpustakaan. Lembaga yang memiliki komitmen untuk memajukan Perpustakaan dan kepustakawanan Indonesia. Keberadaan Perpustakaan Nasional diharapkan mampu memainkan peran penting tersebut. Sejarah Perpustakaan Nasional yang ditandai dengan peningkatan statusnya melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1989 merupakan salah satu momen yang dapat dicatat bagi perkembangan dunia perpustakaan. Dengan Keppres No. 11/1989 Perpustakaan Nasional mendapat mandat untuk membantu Presiden Republik Indonesia untuk mengembangkan kepustakawanan Indonesia. Mandat ini merupakan mandat tertinggi bagi sebuah lembaga perpustakaan di Indonesia. Maka peran perpustakaan Nasional untuk mengembangkan kepustakawanan Indonesia merupakan prasyarat.

Mengingat pentingnya peran perpustakaan nasional, antara lain sebagai role model maka kepemimpinan di perpustakaan nasional akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan perpustakaan di Indonesia. Diharapkan seorang kepala perpustakaan nasional memiliki kriteria yang seyogyanya dimiliki oleh pimpinan-pimpinan Lembaga-lembaga Pemerintah Non Departemen di Indonesia. Pemimpin yang memiliki visi pengembangan, kepustakawanan, mengetahui kebutuhan dari para pemegang kepentingannya (stakeholders) dan terlebih lagi masyarakat umum di Indonesia.

Pasal 30 Undang-Undang Perpustakaan menyebutkan: "Perpustakaan Nasional, Perpustakaan umum Pemerintah, Perpustakaan umum kabupaten/walikota, dan Perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang Perpustakaan"

Pasal tersebut menegaskan salah satu syarat menjadi kepala perpustakaan nasional, yang tentunya menjadi syarat bagi lembaga perpustakaan diberbagai perpustakaan. Dasar pemikiran diatas dan akan berakhirnya masa tugas Kepala Perpustakaan Nasional, menjadi landasan bagi para pemerhati dunia perpustakaan meyakini perlunya diskusi yang bertemakan kepemimpinan pada perpustakaan nasional.

II. Tujuan:
1. Mengidentifikasi kondisi kepemimpinan dalam kepustakawanan Indonesia
2. Mengidentifikasi kriteria kepemimpinan dalam kepustakawanan Indonesia

III. Peserta:
• Pustakawan, pekerja informasi, dokumentalis dan para pemegang kepentingan epustakawanan Indonesia.
• Jumlah peserta + 100 orang

IV. Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Kamis, 12 Februari 2009
Waktu : Pukul 09.00 – 11.30 WIB
Tempat : Ruang Teater, Perpustakaan Nasional RI Jl. Salemba Raya No. 28 A

V. Acara Bentuk Acara : Seminar Jadwal Acara ( Terlampir)

VI. Pelaksana Kegiatan
Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Ilmu Informasi Indonesia (ISIPII) dan Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI), dan Asosiasi pemerhati dunia perpustakaan (APISI, FIM, APII, dll)

==================================================================

Undangan Kepada Yth.
Rekan-rekan Pustakawan dan Pekerja Informasi Di Tempat


Dunia kepustakawanan Indonesia akan mengalami sebuah momentum khusus dibidang kepemimpinan, yaitu pergantian Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Momentum ini menarik untuk mendapat perhatian dari semua pemerhati dunia kepustakawanan. Untuk itu Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi bekerjasama dengan Ikatan Pustakawan Indonesia dan Koalisi Asosiasi Pekerja Informasi mengundang rekan-rekan pustakawan dan pekerja informasi, praktisi ilmu informasi dan individu yang berurusan langsung dengan kerja-kerja pengelolaan informasi, dokumentasi dan pengetahuan, dan para pemerhati dunia perpustakaan Indonesia, untuk menghadiri "Seminar Sehari Kepustakawanan Indonesia dengan tajuk “Siapa Kepala Perpustakaan Nasional Mendatang? Diskusi tentang Regenerasi Kepemimpinan dalam Kepustakawanan Indonesia” . Seminar ini akan diselenggarakan pada:


Hari / tanggal : Kamis, 12 Februari 2009

Tempat : Ruang Teater Perpustakaan Nasional RI, Jl. Salemba Raya 28A, Jakarta Pusat

Waktu : 08.00 - 11.30

Narasumber :
1. Mula Harahap (IKAPI)
2. Daddy P. Rachmananta (Kepala Perpustakaan Nasional)
3. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional
4. A. Ridwan Siregar (Kepala Perpustakaan USU)

Moderator : Agus Rusmana

Konfirmasi kehadiran kami tunggu paling lambat hari Selasa, 10 Februari 2009 dan untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi panitia dengan Sdri. Margaretha di nomor telepon 085286669818

Demikianlah atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara disampaikan terima kasih.

Ikatan Sarjana Ilmu Informasi dan Perpustakaan Indonesia (ISIPII)

ttd
Harkrisyati Kamil
Presiden


Catatan: Setelah acara diskusi, kami mengundang Penyelenggara Program Studi untuk melanjutkan pertemuan informal

Pertemuan dengan Kepala Perpustakaan Nasional

22 Januari 2009 pukul 10 pagi, telah sepakat Kepala Perpustakaan Nasional Bapak Dady beserta staff khusus (Ibu Melly, Ibu Anna, Ibu Lucy dan Ibu Mekar) bertemu dengan dengan kami (Yati Kamil, Putu Pendit, Wien, Tosye, Sekar, em, Ade, Yuli, Arya, Arif, Doyo). Hal yang dibicarakan pada saat itu adalah hasil dari pertemuan dan diskusi di KOMNAS HAM akhir tahun 2008 menghasilkan position paper mengenai 15 Pokok Perhatian Kepustakawanan Indonesia.
Diawali dengan cerita singkat yang melatarbelakangi pertemuan antara pustakawan, bahwa kondisi kepustakawanan belum menyenangkan. Dilanjutkan dengan pertemuan di KOMNAS HAM yang menhasilkan position paper. Kesempatan untuk bertemu dengan kepala

Perpustakaan Nasional untuk memperkenalkan teman-teman yang sebagian besar generasi muda dalam bidang kepustakawanan dan mendiskusikan tentang position paper dan kaitannya dengan implementasi UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, khususnya mengenai Pasal 30 yang berisi:
“Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum Pemeritah, perpustakaan umum provinsi, perpustakaan umum kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi di pimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.”

Pak Dady, Kepala Perpustakaan Nasional memberikan gambaran secara singkat mengenai hal-hal yang juga menjadi tanggung jawab Perpustakaan Nasional, keberadaan UU Perpustakaan dan bagaimana cara mengenai mekanisme pengimplementasian sebuah UU dan perlunya di buatkan Peraturan Pemerintah untuk sebagai sarana pendukung juga birokrasi yang juga menjadi pertimbangan.

Selanjutnya Pak Putu mengutarakan15 hal dalm position paper yang membutuhkan perhatian segera diantaranya:
1. Siapa calon kepala Perpustakaan Nasional dengan visi dan misinya.
2. Perpusnas mempunyai posisi yang strategis untuk mengubah wajah kepustakawanan Indonesia khususnya dalam hal kepemimpinan.
3. Harapan akan peran Perpustakaan Nasional dalam mengembangan kurikulum di lembaga pendidikan yang nantinya akan menghasilkan tenaga-tenaga pustakwan dengan kualitas yang baik. Dengan kualitas pustawakan yang baik, akan mempengaruhi opini/image masyarakat terhadap pustakawan atau perpustakaan.
4. Bagaimana dengan organisasi profesi? Usulan bahwa semua organisasi profesi disatukan dalam satu area di Perpusnas. Tidak melihat adanya koordinasi antara organisasi profesi.

Mbak Yuli menekankan mengenai langkah strategis yang dipersiapkan Perpustakaan Nasional. Farli dan Ade juga menambahkan mengenai dibentuknya Dewan Perpustakaan dan apa yang bisa dilakukan berbagai organisasi kepustakawanan atau pustakawan di luar lingkungan Pepustakaan Nasional untuk bersama-sama meningkatkan kualitas kepustakawanan Indonesia sekaligus menggugah pustakawan berperan aktif sebagai bentuk pengabdiannya bagi masyarakat madani.

Akhirnya Wien memberikan usulan untuk mengundang seluruh kalangan yang peduli mengenai permasalahan dan tantangan yang dihadapi kepustakawanan Indonesia sekaligus juga melibatkan masyarakat dan media. “Sudah saatnya, Perpusnas harus bisa merangkul seluruh elemen di dunia perpustakaan. Kalau tidak maka peran kita mulai tergantikan dengan masyarakat karena mereka bisa mencerdaskan dirinya sendiri. Perpusnas sebaiknya juga ikut membangun opini untuk mengangkat kepedulian masyarakat terhadap isu-isu”.

Semua setuju atas usulan Wien dan mendaulat Perpustakaan Nasional tempat penyelanggaraaan acara dan penyelenggara acara.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 12.00 dan sudah dua jam kami berdiskusi dengan Pak Dady dan staff di ruang pertemuan Perpustakaan Nasional.

Hasil akhir, akan ada diskusi yang diadakan sekitar minggu ke-2 di bulan February 2009.