Selasa, 24 November 2009

Diskusi mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan

Dipresentasikan pada acara Seminar dan Diskusi Interaktif "Library and Information Education @the Crossroad," 16-18 Nopember 2009, Hotel Topas Bandung.

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .... TAHUN 2009

TENTANG

STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Perpustakaan.

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Standar adalah dokumen yang memuat ketentuan/kriteria minimal yang memuat aturan, pedoman, atau karakteristik kegiatan atau hasil kegiatan yang dirumuskan melalui proses konsensus pemangku kepentingan dan ditetapkan oleh lembaga resmi yang berwenang, untuk dipergunakan secara umum dan berulang-ulang dengan tujuan mencapai tingkat keteraturan yang optimum ditinjau dari konteks keperluan tertentu.
2. Akreditasi adalah rangkaian kegiatan proses pengakuan formal oleh lembaga akreditasi yang menyatakan bahwa suatu lembaga telah memenuhi persyaratan untuk melakukan kegiatan sertifikasi tertentu.
3. Sertifikasi adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap produk atau jasa atau proses kegiatan lembaga atau seseorang yang dinyatakan memiliki kompetensi di bidang perpustakaan yang telah sesuai dan/atau memenuhi standar yang dipersyaratkan.
4. Standar Nasional Perpustakaan (SNPe) adalah standar yang diberlakukan secara nasional di wilayah Indonesia oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI, yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan, pengelolaan, proses, dan produk dari kegiatan perpustakaan.
5. Pemangku Kepentingan Perpustakaan adalah pihak-pihak yang terlibat dan terkait langsung atau memiliki kepentingan dengan kegiatan perpustakaan, yang meliputi penyelenggara, pelaksana, pemustaka, dan pihak-pihak pendukung dalam penyelenggaraan perpustakaan.
6. Penyelenggara perpustakaan adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
7. Standar Koleksi Perpustakaan adalah standar nasional perpustakaan yang berkaitan dengan kriteria minimal jenis koleksi perpustakaan, jumlah koleksi, pengembangan koleksi, pengolahan koleksi serta perawatan dan pelestarian koleksi.
8. Standar Sarana dan Prasarana adalah standar nasional perpustakaan yang berkaitan dengan kriteria minimal gedung, perabot dan peralatan perpustakaan.
9. Standar Pelayanan Perpustakaan adalah standar nasional perpustakaan yang berkaitan dengan kriteria minimal pelayanan perpustakaan yang berorientasi pada kepentingan pemustaka.
10. Standar Tenaga Perpustakaan adalah standar nasional perpustakaan yang berkaitan dengan kriteria minimal kualifikasi akademik, kompetensi dan sertifikasi pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, kepala perpustakaan, dan tenaga ahli dalam bidang perpustakaan.
11. Standar Penyelenggaraan adalah standar nasional perpustakaan yang berkaitan dengan kriteria minimal penyelenggaraan perpustakaan di berbagai jenis perpustakaan.
12. Standar Pengelolaan adalah standar nasional perpustakaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan perpustakaan agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan perpustakaan.
13. Prasarana perpustakaan adalah fasilitas mendasar/penunjang utama terselenggaranya perpustakaan antara lain berupa lahan dan bangunan atau ruang perpustakaan.
14. Sarana perpustakaan adalah peralatan dan perabot yang diperlukan untuk mempermudah pelaksanaan tugas perpustakaan antara lain berupa peralatan ruang pengolahan, peralatan ruang koleksi, peralatan ruang pelayanan, peralatan akses informasi, dll.

Prinsip Standar Nasional Perpustakaan

Pasal 2

Standar Nasional Perpustakaan dikembangkan dengan prinsip transparansi dan keterbukaan, konsensus dan tidak memihak, efektif dan relevan, koheren dan dimensi pengembangan.

Fungsi dan Tujuan Standar Nasional Perpustakaan

Pasal 3

(1)Standar Nasional Perpustakaan berfungsi sebagai acuan penyelenggaraan, pengelolaan dan pengembangan perpustakaan.
(2)Standar Nasional Perpustakaan bertujuan menjamin mutu perpustakaan dalam rangka memberikan pelayanan kepada pemustaka, meningkatkan kegemaran membaca serta memperluas wawasan dan pengetahuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lingkup Standar Nasional Perpustakaan

Pasal 4

Lingkup Standar Nasional Perpustakaan meliputi :
a. standar koleksi perpustakaan;
b. standar sarana dan prasarana perpustakaan;
c. standar pelayanan perpustakaan;
d. standar tenaga perpustakaan;
e. standar penyelenggaraan perpustakaan; dan
f. standar pengelolaan.

BAB II
STANDAR KOLEKSI PERPUSTAKAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

Standar koleksi perpustakaan mencakup jenis, jumlah, pengembangan, pengolahan, perawatan, dan pelestarian koleksi.

Bagian Kedua
Jenis Koleksi

Pasal 6

(1)Jenis koleksi perpustakaan berbentuk karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam.
(2)Jenis koleksi perpustakaan nasional sekurang-kurangnya terdiri atas fiksi, nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, muatan lokal, naskah kuno, koleksi deposit, koleksi khusus, dan hasil penelitian.
(3)Jenis koleksi perpustakaan umum sekurang-kurangnya terdiri atas fiksi, nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, alat peraga, muatan lokal, dan alat permainan.
(4)Jenis koleksi perpustakaan sekolah/madrasah sekurang-kurangnya terdiri atas buku teks pelajaran, fiksi, nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, alat peraga/praktik, muatan lokal, dan alat permainan.
(5)Jenis koleksi perpustakaan perguruan tinggi sekurang-kurangnya terdiri atas fiksi, nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, alat peraga/praktik, muatan lokal, dan hasil penelitian.
(6)Jenis koleksi perpustakaan khusus sekurang-kurangnya terdiri atas nonfiksi, referensi, terbitan berkala, peta, dan muatan lokal.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis koleksi bahan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) diatur dalam Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Ketiga
Jumlah

Pasal 7

(1)Jumlah koleksi pada setiap perpustakaan umum dan perpustakaan khusus paling sedikit memiliki koleksi 1000 judul.
(2)Jumlah koleksi pada setiap perpustakaan sekolah/madrasah paling sedikit memiliki koleksi sesuai standar nasional pendidikan.
(3)Jumlah koleksi pada setiap perpustakaan perguruan tinggi paling sedikit memiliki koleksi 2500 judul.
(4)Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) perpustakaan harus memenuhi rasio kecukupan antara koleksi dan pemustaka.
(5)Rasio kecukupan antara koleksi dan pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk setiap jenis perpustakaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Keempat
Pengembangan Koleksi Perpustakaan

Pasal 8

(1)Perpustakaan mempunyai kebijakan pengembangan koleksi dan harus ditinjau sekurang-kurangnya setiap 3 (tiga) tahun.
(2)Kebijakan pengembangan koleksi sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup seleksi, pengadaan, pengolahan, dan penyiangan bahan perpustakaan.
(3)Kebijakan pengembangan koleksi disusun secara tertulis yang berfungsi sebagai pedoman dalam perencanaan dan pengembangan koleksi.
(4)Perpustakaan harus menambah koleksi perpustakaan per tahun di luar jenis dan/atau jumlah koleksi yang ada sesuai dengan kebutuhan pemustaka.
(5)Perpustakaan harus menyediakan koleksi untuk kelompok pemustaka khusus.
(6)Pengembangan koleksi pada setiap jenis perpustakaan akan diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Kelima
Pengolahan

Pasal 9

(1)Pengolahan bahan perpustakaan dilakukan dengan sistem yang baku.
(2)Pengolahan bahan perpustakaan memperhatikan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengolahan bahan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Keenam
Perawatan dan Pelestarian Koleksi

Paragraf 1
Perawatan

Pasal 10

(1)Setiap perpustakaan harus melakukan perawatan koleksi perpustakaan secara berkala.
(2)Perawatan koleksi sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi penyimpanan dan konservasi.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai perawatan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Paragraf 2
Pelestarian

Pasal 11

(1)Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Umum Provinsi melakukan pelestarian koleksi deposit.
(2)Perpustakaan Umum Kabupaten/Kota melakukan pelestarian koleksi yang memuat budaya daerah.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pelestarian koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

BAB III
STANDAR SARANA DAN PRASARANA

Pasal 12

(1)Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana dan prasarana perpustakaan.
(2)Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi aspek teknologi, ergonomik, konstruksi, lingkungan, efektifitas, efisiensi dan kecukupan.
(3)Penyediaan sarana dan prasarana mempertimbangkan kebutuhan pemustaka khusus.

Pasal 13

(1)Setiap perpustakaan wajib memiliki sarana penyimpanan koleksi, sarana akses informasi, dan sarana layanan perpustakaan.
(2)Sarana penyimpanan koleksi sekurang-kurangnya berupa perabot sesuai dengan bahan perpustakaan yang dimiliki.
(3)Sarana akses informasi sekurang-kurangnya berupa perabot, peralatan, perlengkapan sistem temu kembali bahan perpustakaan dan informasi.
(4)Sarana layanan perpustakaan sekurang-kurangnya berupa perabot dan peralatan sesuai dengan jenis layanan perpustakaan.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana penyimpanan koleksi, sarana akses informasi, dan sarana layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Pasal 14

(1)Perpustakaan yang telah memiliki sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat melengkapi sarana teknologi informasi dan komunikasi untuk:
a.pengelolaan koleksi;
b.penyelenggaraan layanan;
c.pengembangan perpustakaan; dan
d.kerja sama perpustakaan;
(2)Sarana teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan teknologi.

Pasal 15

(1)Setiap perpustakaan wajib memiliki lahan, gedung atau ruang.
(2)Lahan perpustakaan harus berlokasi yang mudah diakses, aman, nyaman dan memiliki status hukum yang jelas.
(3)Gedung atau ruang harus memenuhi aspek keamanan, kenyamanan, keselamatan dan kesehatan.
(4)Gedung perpustakaan sekurang-kurangnya memiliki ruang koleksi, ruang baca, ruang staf yang ditata secara efektif, efisien dan estetik.
(5)Ruang perpustakaan sekurang-kurangnya memiliki area koleksi, baca, dan staf yang ditata secara efektif, efisien dan estetik.
(6)Perpustakaan Nasional, perpustakaan umum provinsi dan kabupaten/kota, serta perpustakaan perguruan tinggi memiliki fasilitas umum dan fasilitas khusus.
(7)Ketentuan lebih lanjut mengenai lahan, gedung, ruang, fasilitas umum dan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

BAB IV
STANDAR PELAYANAN

Pasal 16

(1)Standar pelayanan perpustakaan mengatur sistem pelayanan dan jenis pelayanan.
(2)Standar pelayanan perpustakaan sebagai­mana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk semua jenis perpustakaan.

Pasal 17

(1)Sistem layanan perpustakaan terdiri atas sistem terbuka dan sistem tertutup.
(2)Sistem layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh masing-masing perpustakaan.

Pasal 18

(1)Jenis layanan perpustakaan terdiri atas layanan teknis dan layanan pemustaka.
(2)Layanan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup pengadaan dan pengolahan bahan perpustakaan.
(3)Layanan pemustaka sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup layanan sirkulasi dan layanan referensi.
(4)Dalam melaksanakan layanan sirkulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menggunakan koleksi setempat maupun koleksi perpustakaan lain.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai layanan sirkulasi dan layanan referensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

BAB V
STANDAR TENAGA

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 19

(1)Tenaga perpustakaan terdiri atas pustakawan dan tenaga teknis perpustakaan.
(2)Selain tenaga perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perpustakaan dapat memiliki tenaga ahli di bidang perpustakaan.
(3)Kepala perpustakaan diangkat dari pustakawan.
(4)Dalam hal tidak terdapat pustakawan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala perpustakaan dapat diangkat dari tenaga ahli di bidang perpustakaan.
(5)Tenaga teknis perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tenaga nonpustakawan yang secara teknis mendukung pelaksanaan fungsi perpustakaan.
(6)Pustakawan, tenaga teknis perpustakaan, tenaga ahli di bidang perpustakaan dan kepala perpustakaan memiliki tugas pokok, kualifikasi, dan/atau kompetensi.

Bagian Kedua
Pustakawan

Pasal 20

Pustakawan mempunyai tugas memberikan informasi yang cocok dan tepat waktu bagi pihak yang memerlukan dengan memberikan bimbingan akses pada sumber daya informasi, baik yang berada di dalam perpustakaan tempat dia bekerja maupun di luar perpustakaan dengan memanfaatkan beragam basis data, fasilitas jaringan telekomunikasi, serta kerjasama antar perpustakaan maupun dengan lembaga lainnya.

Pasal 21

(1)Pustakawan memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) di bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
(2)Seseorang yang memiliki kualifikasi akademik serendah-rendahnya sarjana (S-1) atau diploma empat (D-IV) di luar bidang perpustakaan dari perguruan tinggi yang terakreditasi dapat menjadi pustakawan setelah lulus pendidikan dan pelatihan bidang perpustakaan.
(3)Pendidikan dan pelatihan di bidang perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselenggarakan oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga lain yang diakreditasi oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga sertifikasi.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Pasal 22

(1)Pustakawan harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi personal.
(2)Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja.
(3)Kompetensi personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi pustakawan diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Pasal 23

1)Pustakawan harus memiliki sertifikat kompetensi kepustakawanan.
2)Pustakawan yang memiliki sertifikat kompetensi kepustakawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh tunjangan profesi.
3)Tunjangan profesi kepustakawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
4)Sertifikat kompetensi kepustakawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh lembaga sertifikasi mandiri atau lembaga pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Ketiga
Tenaga Teknis Perpustakaan

Pasal 24

Tenaga teknis perpustakaan melaksanakan kegiatan yang bersifat membantu pekerjaan fungsional yang dilaksanakan pustakawan, serta melaksanakan pekerjaan perpustakaan lainnya.

Pasal 25

(1)Tenaga teknis perpustakaan terdiri atas tenaga teknis komputer, tenaga teknis audio visual, tenaga teknis ketatausahaan, tenaga teknis asisten perpustakaan, dan/atau tenaga teknis lainnya.
(2)Tenaga teknis perpustakaan memiliki kualifikasi akademik paling rendah diploma II (D-II) ditambah pendidikan dan/atau pelatihan sesuai bidang tugasnya.
(3)Ketentuan lebih lanjut tentang pendidikan dan/atau pelatihan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Pasal 26

(1)Tenaga teknis perpustakaan harus memiliki kompetensi profesional dan kompetensi personal.
(2)Kompetensi profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek pengetahuan, keahlian, dan sikap kerja.
(3)Kompetensi personal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek kepribadian dan interaksi sosial.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai kompetensi tenaga teknis perpustakaan diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Pasal 27

(1)Tenaga teknis perpustakaan harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai dengan bidang tugasnya.
(2)Tenaga teknis perpustakaan yang memiliki sertifikat kompetensi kepustakawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhak memperoleh tunjangan profesi.
(3)Tunjangan profesi kepustakawanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(4)Sertifikat kompetensi sesuai bidang tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh lembaga sertifikasi mandiri atau lembaga pendidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Keempat
Kepala Perpustakaan

Pasal 28

(1)Kepala perpustakaan mempunyai tugas memimpin, mengelola, dan mengembangkan perpustakaan.
(2)Kepala perpustakaan memiliki kompetensi profesional, kompetensi personal, kompetensi manajerial, dan kompetensi kewirausahaan sesuai dengan jenis perpustakaan.
(3)Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikembangkan oleh pusat standardisasi dan ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Pasal 29

(1)Kepala Perpustakaan Nasional, perpustakaan provinsi, perpustakaan kabupaten/kota, dan perpustakaan perguruan tinggi adalah pustakawan atau tenaga ahli di bidang perpustakaan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a.memiliki kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S-1) atau Diploma IV (D-IV) untuk perpustakaan provinsi dan kabupaten/kota, magister (S-2) untuk perpustakaan perguruan tinggi dan Perpustakaan Nasional;
b.memiliki pengalaman bekerja di perpustakaan sekurang-kurangnya 5 tahun kecuali 10 tahun untuk Perpustakaan Nasional;
c.menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tertulis;
d.menguasai teknologi informasi;
(2)Kriteria kepala perpustakaan khusus dan perpustakaan sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Kelima
Tenaga Ahli di Bidang Perpustakaan

Pasal 30

(1)Tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah tenaga non pustakawan yang memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi di bidang perpustakaan.
(2)Tenaga ahli di bidang perpustakaan diangkat apabila jumlah tenaga perpustakaan belum mencukupi sesuai standar tenaga perpustakaan.
(3)Kapabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan.
(4)Kemampuan dan kecakapan dalam bidang perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari pendidikan paling rendah S-1 (strata satu), dan pengalaman bekerja di perpustakaan minimal 5 (lima) tahun.
(5)Integritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang mewujudkan suatu kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan di bidang perpustakaan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran, dan kesetiaan.
(6)Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap kerja yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi atau lembaga pendidikan yang terakreditasi.
(7)Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh pusat standardisasi nasional perpustakaan yang pemberlakuannya ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.

BAB VI
STANDAR PENYELENGGARAAN PERPUSTAKAAN

Bagian pertama
Umum

Pasal 31
(1)Standar penyelenggaraan perpustakaan berdasarkan jenis dan kepemilikan mencakup standar Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Pemerintah, perpustakaan provinsi, perpustakaan kabupaten/kota, perpustakaan kecamatan, perpustakaan desa/kelurahan, perpustakaan sekolah/ madrasah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan khusus, perpustakaan keluarga, dan perpustakaan pribadi.
(2)Penyelenggara perpustakaan bertanggungjawab atas tersedianya koleksi sarana dan prasarana, pelayanan perpustakaan dan tenaga perpustakaan.
(3)Penyelenggaraan perpustakaan diarahkan untuk mendukung pembudayaan kegemaran membaca. dalam kerangka sistem pendidikan nasional (dihapus karena membatasi).
(4)Perpustakaan harus memiliki status kelembagaan dan ditetapkan yang dituangkan dalam dengan surat keputusan dari lembaga penyelenggara serta diberitahukan kepada Perpustakaan Nasional.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar penyelenggaraan perpustakan diatur dengan peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Perpustakaan Nasional

Pasal 32

(1)Penyelenggaraan Perpustakaan Nasional menjadi tanggung jawab pemerintah yang berkedudukan di ibukota negara dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan Nasional melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan.
(3)Perpustakaan Nasional menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan di tingkat nasional maupun internasional.

Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Perpustakaan Pemerintah

Pasal 33

(1)Penyelenggaraan perpustakaan pemerintah menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga non kementerian masing-masing dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan pemerintah melaksanakan tugas perpustakaan dalam rangka mendukung penyelenggaraan tugas dan fungsi kementerian/lembaga non kementerian.
(3)Perpustakaan pemerintah menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan.

Bagian Keempat
Penyelenggaraan Perpustakaan Provinsi

Pasal 34

(1)Penyelenggaraan perpustakaan provinsi menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi yang berkedudukan di ibukota provinsi dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan provinsi melaksanakan tugas pemerintahan provinsi dalam bidang perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, dan perpustakaan pelestarian serta sebagai pusat sumber belajar masyarakat di wilayah provinsi.
(3)Perpustakaan provinsi menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan.

Bagian Kelima
Penyelenggaraan Perpustakaan Kabupaten/Kota

Pasal 35

(1)Penyelenggaraan perpustakaan kabupaten/kota menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan kabupaten/kota melaksanakan tugas pemerintahan kabupaten/kota dalam bidang perpustakaan berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan penelitian, dan perpustakaan pelestarian serta sebagai pusat sumber belajar masyarakat di wilayah kabupaten/kota.
(3)Perpustakaan kabupaten/kota menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan.

Bagian Keenam
Penyelenggaraan Perpustakaan Kecamatan

Pasal 36

(1)Penyelenggaraan perpustakaan kecamatan menjadi tanggung jawab camat yang berkedudukan di kecamatan dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan kecamatan melaksanakan tugas pemerintahan kecamatan dalam bidang perpustakaan berfungsi sebagai pusat sumber belajar masyarakat di wilayah kecamatan.
(3)Perpustakaan kecamatan menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan.

Bagian Ketujuh
Penyelenggaraan Perpustakaan Desa/Kelurahan

Pasal 37

(1)Penyelenggaraan perpustakaan desa menjadi tanggung jawab kepala desa/lurah yang berkedudukan di desa/kelurahan dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan desa/kelurahan melaksanakan tugas pemerintahan desa/kelurahan dalam bidang perpustakaan berfungsi sebagai pusat sumber belajar masyarakat di wilayah desa/kelurahan.
(3)Perpustakaan desa/kelurahan menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan.

Bagian Kedelapan
Penyelenggaraan Perpustakaan Masyarakat, Keluarga, dan Pribadi

Pasal 38

(1)Penyelenggaraan perpustakaan masyarakat, keluarga dan pribadi menjadi tanggung jawab masing-masing penyelenggara.
(2)Perpustakaan masyarakat, keluarga dan pribadi berfungsi sebagai sumber daya pembelajaran sepanjang hayat.
(3)Perpustakaan masyarakat, keluarga dan pribadi menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan {dihapus : tidak perlu diatur).

Bagian Kesembilan
Penyelenggaraan Perpustakaan Sekolah/Madrasah

Pasal 39

(1)Penyelenggaraan perpustakaan sekolah/madrasah menjadi tanggung jawab masing-masing sekolah/madrasah dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan sekolah/madrasah berfungsi sebagai sumber belajar bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah/madrasah.
(3)Perpustakaan sekolah/madrasah dapat menyelenggarakan kerja sama antarperpustakaan, serta kerja sama dengan tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat (seharusnya diatur dlm standar layanan).

Bagian Kesepuluh
Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi

Pasal 40

(1)Penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi menjadi tanggung jawab rektor/direktur/kepala sekolah tinggi masing-masing perguruan tinggi.
(2)Penyelenggaraan perpustakaan perguruan tinggi dipimpin oleh seorang kepala.
(3)Perpustakaan perguruan tinggi berfungsi sebagai sumber belajar, penelitian, deposit internal, pelestarian, dan pusat jejaring bagi civitas akademika di lingkungan perguruan tinggi.
(4)Perpustakaan perguruan tinggi dapat menyelenggarakan kerja sama antarperpustakaan, serta kerja sama dengan civitas akademika dan masyarakat (seharusnya diatur dlm standar layanan).


Bagian Kesebelas
Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus

Pasal 41

(1)Penyelenggaraan perpustakaan khusus menjadi tanggungjawab masing-masing lembaga penyelenggara dan dipimpin oleh seorang kepala.
(2)Perpustakaan khusus berfungsi sebagai perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit internal, perpustakaan penelitian, serta sebagai sumber belajar di dalam dan diluar lingkungan lembaga.
(3)Perpustakaan khusus menyelenggarakan kerja sama antar perpustakaan (seharusnya diatur dlm standar layanan).

BAB VII
STANDAR PENGELOLAAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 42

(1)Pengelolaan perpustakaan mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan perpustakaan.
(2)Pengelolaan perpustakaan disesuaikan dengan dilakukan berdasarkan jenis perpustakaan karakteristik, fungsi, dan tujuan perpustakaan serta dilakukan secara berkesinambungan.
(3)Pengelolaan perpustakaan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
(4)Pengelolaan perpustakaan dilaksanakan secara mandiri, efisien, efektif, dan akuntabel.
(5)Pengelolaan perpustakaan dilakukan sesuai standar koleksi, sarana dan prasarana, pelayanan, tenaga, dan penyelenggaraan perpustakaan.
(6)Perpustakaan yang memenuhi standar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat (?) dievaluasi untuk menentukan tingkat kualifikasi perpustakaan yang dibuktikan dengan sertifikat.
(7)Sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan oleh Perpustakaan Nasional atau lembaga yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pasal 43

(1)Perpustakaan menyusun rencana kerja dan/atau rencana strategis lima tahunan yang dirinci dalam rencana kerja tahunan.
(2)Perpustakaan memiliki kebijakan pengelolaan dengan mengacu pada rencana kerja dan/atau rencana strategis yang disetujui oleh lembaga induknya.
(3)Perpustakaan memiliki prosedur baku.

Pasal 44

(1)Keberhasilan pengelolaan perpustakaan diukur melalui indikator kinerja perpustakaan.
(2)Indikator kinerja perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada standar teknis pengukuran kinerja perpustakaan.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai standar teknis pengukuran kinerja perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

Bagian Kedua
Pengembangan Tenaga

Pasal 45

(1)Kepala perpustakaan bertanggungjawab terhadap pengembangan tenaga yang mencakup kompetensi dan karir tenaga perpustakaan (nggak sinkron dg standar tenaga!).
(2)Pengembangan kompetensi dan karir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkelanjutan.

Bagian Ketiga
Pengawasan

Pasal 46

(1)Pengawasan perpustakaan meliputi supervisi, evaluasi, dan pelaporan.
(2)Supervisi dilakukan oleh pimpinan perpustakaan dan lembaga perwakilan pihak-pihak yang berkepentingan. secara teratur dan berkesinambungan untuk menilai efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas perpustakaan (dihapus krn sudah sendirinya supervise bertujuan utk itu).
(3)Evaluasi terhadap lembaga dan program perpustakaan dilakukan oleh penyelenggara dan/atau masyarakat.
(4)Pelaporan dilakukan oleh pimpinan perpustakaan dan disampaikan kepada penyelenggara perpustakaan.

Bagian Keempat
Administrasi Layanan

Pasal 47

(1)Administrasi layanan dilaksanakan untuk semua jenis kegiatan layanan perpustakaan (dihapus terlalu detil).
(2)Administrasi Layanan Perpustakaan diselenggarakan untuk tujuan memudah­kan dan menjamin pelaksanaan kerja secara efektif dalam pengelolaan layanan.
(3)Administrasi Layanan Perpustakaan mengikuti pola dan cara yang baku atau yang berlaku dalam organisasi badan induknya.
(4)Administrasi Layanan Perpustakaan me­rupakan bukti pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas layanan (?).
(5)Pengembangan sistem Administrasi Layanan Perpustakaan mengikuti per­kembangan teknologi informasi dan komunikasi (tidak perlu).
(6)Administrasi layanan perpustakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan pedoman layanan perpustakaan yang ditetapkan oleh Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI (tidak perlu).

Bagian Kelima (sebaiknya di standar layanan)
Waktu Layanan

Pasal 48

Waktu dan jumlah jam layanan perpustakaan disesuaikan dengan kebutuhan pemustaka dengan mempertimbangkan kemudahan pemustaka dalam menggunakan perpustakaan.

Bagian Keenam
Kerjasama Layanan (sebaiknya di standar layanan..)

Pasal 49

Kerjasama layanan dilakukan dengan perpustakaan lain maupun dengan sesama unit kerja dalam lingkup organisasi.

Bagian Ketujuh
Manajemen Layanan

Pasal 50

Perpustakaan menerapkan sistem manajemen yang sesuai dengan kondisi perpustakaan dan mengikuti perkembangan sistem manajemen.

Bagian Kedelapan
Promosi Layanan (sebaiknya di standar layanan..)

Pasal 51

(1)Promosi Layanan dilakukan untuk meningkatkan citra perpustakaan dan mengoptimalkan penggunaan perpustakaan, serta peningkatan budaya kegemaran membaca masyarakat.
(2)Promosi Layanan Perpustakaan dilakukan secara berkesinambungan dan perlu didukung dana yang memadai.

BAB VIII
IMPLEMENTASI STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 52

(1)Implementasi standar nasional perpustakaan perlu didukung sistem standardisasi perpustakaan
(2)Sistem standardisasi yang dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan pengembangan standar teknis, penerapan standar, penilaian kesesuaian (akreditasi sertifikasi) dan berbagai kegiatan pendukung standar nasional perpustakaan lainnya
(3)Dalam pengembangan dan penerapan standar teknis, perpustakaan harus mengacu pada prinsip-prinsip standardisasi sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 dan ketentuan standardisasi yang berlaku.
(4)Standar teknis perpustakaan diberlakukan secara nasional di wilayah Indonesia oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI yang masing-masing standar diberi identitas diri yang merupakan satu kesatuan dari kode Standar Teknis Perpustakaan Indonesia (STPI).

Bagian Kedua
Pengembangan Standar Teknis Perpustakaan

Pasal 53

(1)Standar teknis perpustakaan dikembangkan berdasarkan kebutuhan untuk masing-masing standar nasional yang dimaksudkan dalam pasal 4 peraturan ini.
(2)Kebutuhan standar yang harus dikembangkan dituangkan dalam daftar tahunan program nasional pengembangan standar (PNPS) yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.
(3)Untuk menjamin efektifitas dan kemutakhiran standar teknis perpustakaan, standar teknis yang ada dilakukan pengkajian ulang dan/atau penyempurnaan (revisi) secara berkala dan terencana selambat-lambatnya 5 tahun sekali.

Bagian ketiga
Penerapan Standar Teknis Perpustakaan
Pasal 54

(1)Standar teknis perpustakaan yang berisi ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan pelestarian lingkungan serta kepentingan spesifik yang terkait dengan geografis, iklim dan budaya setempat dapat diberlakukan secara wajib melalui regulasi teknis yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional RI.
(2)Untuk meningkatkan efektivitas penggunaan dan penerapan standar, Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Provinsi mengembangkan dan melaksanakan program promosi dan edukasi standardisasi dengan mengedepankan partisipasi dan/atau keterlibatan para pemangku kepentingan.
(3)Penerapan standar teknis perpustakaan perlu didukung adanya infrastruktur teknis sistem penilaian kesesuaian penerapan standar.

Bagian Keempat
Sertifikasi dan Akreditasi Penerapan Standar

Pasal 55

(1)Pembuktian suatu perpustakaan, produk jasa perpustakaan dan/atau perlengkapan/perabotan perpustakaan dan/atau sumberdaya manusia perpustakaan telah menerapkan dan memenuhi standar tertentu secara tertib dan konsisten dilaksanakan melalui proses sertifikasi oleh lembaga penilaian kesesuaian mandiri
(2)Bukti kesesuaian terhadap standar dan kelulusan dari proses sertifikasi ditunjukkan melalui pemberian sertifikat

Pasal 56

(1)Akreditasi terhadap Lembaga sertifikasi atau lembaga penilaian kesesuaian dilakukan oleh lembaga akreditasi yang memiliki kompetensi untuk mengakreditasi dan telah terjamin ketertelusuran kompetensinya.
(2)Lembaga akreditasi yang dimaksudkan pada ayat (1) diatas menggunakan lembaga akreditasi yang ada atau organisasi lain yang ditunjuk oleh Perpustakaan Nasional.

Bagian Kelima
Kelembagaan Standardisasi

Pasal 57

(1)Untuk menjamin keberlangsungan pertumbuhan dan menjaga konsistensi kualitas kegiatan dalam pengembangan dan penerapan standar nasional perpustakaan dan standar teknis perpustakaan, perlu ditangani secara serius dan profesional oleh suatu unit kerja khusus sistem standardisasi perpustakaan di lingkungan Perpustakaan Nasional.
(2)Untuk mengefektifkan kelembagaan dan menekan beban negara, Perpustakaan Nasional wajib memanfaatkan, mengembangkan dan melakukan kerjasama dengan lembaga lain yang memiliki kekuatan hukum untuk menangani dan bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional.

Bagian Keenam
Ketentuan Lain-lain

Pasal 58

Ketentuan lain mengenai standar nasional perpustakaan, standar teknis perpustakaan dan standardisasi perpustakaan yang belum diatur dalam peraturan ini diatur lebih lanjut melalui peraturan Kepala Perpustakaan Nasional RI.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 59

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal....................2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2009


PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN …

TENTANG

STANDAR NASIONAL PERPUSTAKAAN

I.UMUM

Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak terkait.
Perumusan standar adalah rangkaian kegiatan pengembangan standar sejak dari pengumpulan dan pengolahan data untuk menyusun rancangan standar sampai tercapainya konsensus para pemangku kepentingan yang terkait.

Penetapan standar adalah kegiatan menetapkan standar oleh lembaga resmi/yang berwenang setelah rancangan standar yang bersangkutan memperoleh konsensus dari para pemangku kepentingan terkait.

Penerapan standar adalah kegiatan menggunakan standar tertentu oleh pemangku kepentingan terkait secara tertib dan konsisten.

Penilaian kesesuaian adalah rangkaian kegiatan evaluasi dan/atau pengujian kesesuaian suatu proses kegiatan dan/atau hasil kegiatan terhadap ketentuan atau persyaratan yang ditetapkan dalam standar terkait.


II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas

Pasal 2
Cukup Jelas

Pasal 3
Cukup Jelas

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Cukup Jelas

Pasal 6
Ayat (1)

Yang dimaksud karya rekam adalah karya seseorang atau lembaga yang dipublikasikan dalam bentuk analog atau digital.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan muatan lokal adalah jenis koleksi yang merupakan terbitan internal dan/atau koleksi tentang daerah.

Yang dimaksud dengan koleksi khusus termasuk koleksi terlarang, lukisan, arterfak.

Yang dimaksud dengan fiksi adalah bahan yang ditulis berdasarkan khayalan, imajinasi, dan rekaan penulis dalam bentuk cerita.

Yang dimaksud non fiksi adalah bahan perpustakaan yang ditulis berdasarkan kenyataan, faktual, ada dalam kehidupan, dan mengutamakan data dan fakta serta tidak boleh dibumbuhi imajinasi dan rekaan.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan alat permainan adalah alat permainan edukatif yang dapat merangsang daya pikir anak serta meningkatkan kemampuan konsentrasi dan pemecahan masalah.

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Ayat (6)
Cukup Jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 7
Cukup Jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ”pengadaan/akuisisi” adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses seleksi dan pengadaan bahan perpustakaan berdasarkan kebutuhan pemustaka saat ini dan dimasa mendatang.

Yang dimaksud dengan ”penyiangan/weeding” adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam proses evaluasi pemanfaatan bahan perpustakaan secara periodik maupun kontinyu dalam rangka pengembangan koleksi.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan kelompok pemustaka khusus adalah masyarakat yang memliliki cacat dan/atau kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial.

Ayat (6)
Cukup Jelas

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 9
Ayat (1)

Sistem pengolahan bahan perpustakaan yang baku adalah sistem yang digunakan dalam menyusun deskripsi bibliografi dan deskripsi subjek.

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 10
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan penyimpanan adalah koleksi ditempatkan diruang penyimpanan (storage) yang sudah dlengkapi dengan fasilitas mesin penyejuk ruangan dan alat pengatur suhu udara serta dilengkapi juga dengan alarm sistem sebagai sarana pengamanannya.

Yang dimaksud dengan konservasi koleksi dilakukaan melalui upaya-upaya penanggulangan dari kemungkinan terjadinya kerusakan koleksi, baik melaui upaya pencegahan (preventif care) maupun perawatan khusus (treatmen) terhadap koleksi yang sudah mengalami kerusakan.

Dalam hal perawatan ringan (instant conservation) dan perbaikan sederhana (instant restoration) dilakukan dengan cara membersihkan debu dan kotoran, tetapi untuk penanganan khusus, terutama terhadap koleksi yang mengalami kerusakan secara fisik, biotis dan kimiawi dilakukan dengan prinsip konservasi secara profesional.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 11
Cukup Jelas


Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan aspek teknologi adalah faktor kesesuaian sarana dan prasarana perpustakaan terhadap perkembangan teknologi.

Yang dimaksud dengan aspek ergonomik adalah faktor kenyamanan kerja meliputi tempat kerja, pencahayaan, suhu dan kualitas udara, gangguan suara, kesehatan dan keamanan kerja serta kebiasaan dalam bekerja.

Yang dimaksud dengan aspek konstruksi adalah faktor kesesuaian antara satuan infrastruktur/bangunan dengan fungsi perpustakaan.

Yang dimaksud dengan aspek lingkungan adalah faktor keserasian antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber alam dengan bangunan.

Yang dimaksud dengan aspek efektifitas adalah faktor hasil guna/ kemanfaatan fungsi sarana dan prasarana perpustakaan.

Yang dimaksud dengan aspek efisiensi adalah faktor penghematan kemanfaatan sarana dan prasarana perpustakaan

Yang dimaksud dengan aspek kecukupan adalah faktor kesesuaian kebutuhan.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 13
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sarana penyimpanan koleksi adalah tempat untuk menyimpan koleksi baik cetak maupun rekam.

Yang dimaksud dengan sarana akses informasi adalah sarana untuk temu kembali koleksi perpustakaan.

Yang dimaksud dengan sarana layanan perpustakaan adalah berbagai fasilitas yang digunakan dalam memberikan pelayanan kepada pemustaka.

Ayat (2)
Contoh sarana penyimpanan koleksi seperti rak buku, cd, mikrofilm dll.

Ayat (3)
Contoh sarana akses informasi seperti katalog manual, katalog online dll.

Ayat (4)
Contoh sarana layanan perpustakaan seperti meja sirkulasi, kursi dan meja baca dll.

Ayat (5)
Cukup Jelas

Pasal 14
Cukup Jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Ayat (6)

Fasilitas umum yang disediakan perpustakaan sekurang-kurangnya berupa lahan parkir, ruang ibadah, dan toilet.

Fasilitas khusus disediakan oleh perpustakaan yang memiliki pelayanan bagi pemustaka khusus sesuai kemampuan.

Ayat (7)
Cukup Jelas

Pasal 16
Cukup Jelas

Pasal 17
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan sistem layanan terbuka adalah sistem layanan perpustakaan dimana setiap pemustaka diperkenankan menelusur dan mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkannya.

Yang dimaksud dengan sistem layanan tertutup adalah sistem layanan perpustakaan dimana setiap pemustaka tidak diperkenankan menelusur dan mengambil sendiri koleksi yang dibutuhkannya.

Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan layanan sirkulasi adalah layanan yang diberikan kepada pemustaka meliputi layanan baca di tempat, peminjaman, dan pengembalian koleksi perpustakaan.

Yang dimaksud dengan layanan referensi adalah layanan yang diberikan kepada pemustaka meliputi pemberian informasi, bimbingan penggunaan perpustakaan dan penelusuran informasi.

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan tenaga ahli di bidang perpustakaan adalah seseorang yang memiliki kapabilitas, integritas, dan kompetensi di bidang perpustakaan.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan tenaga nonpustakawan adalah tenaga perpustakaan yang tidak memiliki kompetensi sebagai pustakawan.

Ayat (6)
Cukup Jelas

Pasal 20
Cukup Jelas

Pasal 21
Cukup Jelas

Pasal 22
Ayat (1)

Kompetensi profesional, yaitu kompetensi yang terkait dengan pengetahuan pustakawan di bidang sumber-sumber informasi, teknologi, manajemen dan penelitian, kemampuan dan ketrampilan menggunakan pengetahuan tersebut sebagai dasar untuk menyediakan layanan perpustakaan dan informasi.

Kompetensi personal, yaitu kompetensi yang menggambarkan satu kesatuan keterampilan, perilaku dan nilai yang dimiliki pustakawan agar dapat bekerja secara efektif, menjadi komunikator yang baik, selalu meningkatkan pengetahuan, dapat memperlihatkan nilai lebihnya, serta dapat bertahan terhadap perubahan dan perkembangan dalam dunia kerjanya.

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)

Yang dimaksud penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial meliputi gaji, tunjangan fungsional, tunjangan profesi, dan tunjangan kompensasi resiko kesehatan. (tidak perlu lagi).

Ayat (5)
Cukup Jelas

Pasal 23

Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Lembaga sertifikasi mandiri adalah suatu organisasi atau lembaga yang bersifat independen dan dikelola secara mandiri yang telah terakreditasi oleh suatu badan akreditasi atau ditunjuk oleh instansi yang berwenang, untuk melaksanakan tugas sertifikasi secara obyektif, kompeten, transparan, dan tidak memihak dalam rangka pemberian sertifikat (sebagai pengakuan formal) terhadap suatu obyek yang mengacu dan memenuhi standar atau kriteria baku tertentu.

Pasal 24
Cukup Jelas

Pasal 25
Cukup Jelas

Pasal 26
Cukup Jelas

Pasal 27
Cukup Jelas

Pasal 28
Cukup Jelas

Pasal 29
Cukup Jelas

Pasal 30
Cukup Jelas

Pasal 31
Cukup Jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud perpustakaan pembina adalah perpustakaan yang melaksanakan pembinaan pada tingkat provinsi dengan mengacu pada kebijakan pembinaan nasional.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 33
Cukup Jelas

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud perpustakaan pembina adalah perpustakaan yang melaksanakan pembinaan pada tingkat Kabupaten/Kota dengan mengacu pada kebijakan pembinaan provinsi dan nasional.

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 35
Cukup Jelas

Pasal 36
Cukup Jelas

Pasal 37
Cukup Jelas

Pasal 38
Cukup Jelas

Pasal 39
Cukup Jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan perpustakaan deposit internal adalah perpustakaan yang wajib menyimpan karya cetak dan karya rekam baik yang diterbitkan atau tidak diterbitkan oleh lembaga maupun di luar lembaga

Ayat (4)
Cukup Jelas

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Pasal 42
Cukup Jelas

Pasal 43
Cukup Jelas

Pasal 44
Cukup Jelas

Pasal 45
Ayat (1)

Pengembangan kompetensi bagi tenaga perpustakaan dapat dilakukan melalui metode bimbingan dan pendampingan, konsultasi, praktik kerja lapangan, supervisi, keanggotaan pada organisasi profesi pustakawan atau bentuk lain yang sejenis.

Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 46
Cukup Jelas

Pasal 47
Ayat (1)

Administrasi layanan terdiri atas peraturan dan tata tertib sirkulasi koleksi perpustakaan, keanggotaan, sanksi, dan statistik perpustakaan.

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)
Cukup Jelas

Ayat (5)
Cukup Jelas

Ayat (6)
Cukup Jelas

Pasal 48
Cukup Jelas

Pasal 49
Cukup Jelas

Pasal 50
Cukup Jelas

Pasal 51
Cukup Jelas

Pasal 52
Ayat (1)
Cukup Jelas

Ayat (2)
Cukup Jelas

Ayat (3)
Cukup Jelas

Ayat (4)

Nomor standar, dan tahun penerbitan yang disingkat STPI adalah bbnnn.vv:yyyy dimana bb adalah nomor bidang, nnn adalah nomor urut, vv adalah versi, dan yyyy adalah tahun.

Pasal 53
Cukup Jelas

Pasal 54
Cukup Jelas

Pasal 55
Ayat (1)

Lembaga penilaian kesesuaian mandiri adalah lembaga sertifikasi atau inspeksi yang kompeten, netral, dan transparan yang diakui oleh suatu lembaga akreditasi atau lembaga yang berwenang di bidangnya.

Ayat (2)
Cukup Jelas

Pasal 56
Cukup Jelas

Pasal 57
Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Kerjasama dengan lembaga lain yang bertanggung jawab di bidang standardisasi nasional yaitu dengan BSN, BNSP, BSNP, Depnaker, dan Depdiknas.

Pasal 58
Cukup Jelas

Pasal 59
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2009

Mengapa ilmu informasi?

Sebuah Usaha Mengatasi Masalah Kekeliruan Pandangan

Agus Rusmana, Staf Pengajar di Jurusan Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjajaran Bandung.

Disampaikan dalam bentuk powerpoint pada acara Seminar dan Diskusi Interaktif "Library and Information Education @the Crossroad," 16-18 November 2009, Hotel Topas Bandung.


Berikut ini ada adalah garis besar yang disampaikan oleh Pak Agus Rusmana mengenai nama program pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi.

Kondisi Dunia Pendidikan Kepustakawanan (Librarianship)
Keterkaitan antara kondisi lembaga perpustakaan yang pada umumnya tidak ideal, berpengaruh kepada rendahnya minat pada profesi pustakawan juga apresiasi masyarakat pada Perpustakaan yang masih rendah.

Alternatif Pemecahan Masalah
1. Penyadaran Pentingnya Perpustakaan Bagi Masyarakat.
2. Menjadikan Pustakawan Sebagai Karir yang Menjanjikan Masa Depan.
3. Peningkatan Citra Perpustakaan Secara Menyeluruh.
4. Perubahan Nama Program Pendidikan.

Asumsi Dampak Perubahan Nama
Perubahan Nama Program --> Pembentukan Asumsi Baru Pada Program --> Peningkatan Minat Pada Bidang Informasi dan Banyaknya calon mhs – keketatan tinggi – mhs kompetensi tinggi --> Terciptanya Ilmuwan/ Praktisi Informasi Berpandangan Baru --> Terbentuknya Lembaga Perpustakaan Bergaya Baru (Knowledge Oriented))--> Pembentukan Citra Baru Pada Perpustakaan/ Pusat Informasi (Pusat Pengetahuan)

Dasar Pemilihan Nama ?
1. Harus mudah disebutkan.
2. Menumbuhkan kebanggaan bagi penyandang nama.
3. Berasosiasi dengan kemajuan/ modernisasi.
4. Memiliki dasar keilmuan dan profesi.
5. Mendapat pengakuan (formal)

Pedoman Yang Digunakan Sebagai Acuan?
1. Peraturan Dirjen Dikti.
2. Lokakarya Kurikulum Nasional/ Internasional.
3. Asosiasi Profesi dan Keilmuan Internasional (a.l. American Society for Information Science).
4. Program studi yang sudah ada (dalam dan luar negeri).
5. Masyarakat Pengguna Lulusan.
6. Minat Masyarakat Calon Peserta Pendidikan

Nama yang TEPAT?
1. Ilmu Perpustakaan
2. Ilmu Perpustakaan dan Informasi
3. Ilmu Informasi dan Perpustakaan
4. Kepustakawanan dan Ilmu Informasi
5. Ilmu Informasi
6. Manajemen Informasi

Mengapa Ilmu Informasi dan Perpustakaan? (1)
Kepustakawanan/ Ilmu Perpustakaan (Librarianship/ Library Science) adalah ilmu mengenai MEDIA (document tradition).
Ilmu Informasi adalah ilmu mengenai ISI (content) dan bagaimana membuatnya bernilai bagi seseorang
Manajemen Informasi adalah Bagian dari Keahlian seorang Ilmuwan Informasi (Information Scientist)

Mengapa Ilmu Informasi dan Perpustakaan?(2)
Kurikulum yang terlaksana selama ini berorientasi pada pengumpulan, pengelolaan , pemasaran dan pemeliharaan (content) informasi. Berdasarkan rujukan yang ada (philosophy of Library and Information Science), kurikulum ini terkatogerikan sebagai : ILMU INFORMASI dan PERPUSTAKAAN

Langkah Penetapan Perubahan Nama
1. Kesamaan Penerimaan pada gagasan
2. Penyesuaian pada perubahan
3. Persiapan menuju hal baru
4. Sosialisasi internal (fakultas)
5. Sosialisasi eksternal (Unpad)
6. Pengajuan ke Dirjen Dikti

Catatan, dikutip dari notulen Pak Fuady Munir, Yarsi: Hasil kepakatan antara yang hadir pada seminar berbentuk MoU antar pengelola Ilmu Perpustakaan dan Pengguna lulusan, yaitu:
1. Mengubah Nama prodi menjadi Ilmu Informasi dan Perpustakaan
2. Menggunakan keseragaman dalam mencantumkan gelar. Dari usulan-usulan yang a.l. masuk: SIP, SIPI, SIP Info, dll
3. Para wakil dari Prodi dan Pengguna dalam waktu dekat akan menghadap Menteri Pendidikan membahas point 1 dan 2 di atas.

Pendidikan Perpustakaan di Indonesia: Upaya memadukan Isu-isu perkembangan Teknologi Informasi Dalam Kurikulum Program Pendidikan Perpustakaan dan Inf

Labibah Zain, Staf pengajar di Jurusan Perpustakaan dan Informasi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Disampaikan pada acara Seminar dan Diskusi Interaktif "Library and Information Education @the Crossroad," 16-18 November 2009, Hotel Topas, Bandung

Sejarah Berdirinya Sekolah Perpustakaan


Praktek mengelola perpustakaan sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Hanya saja system pengelolaannya berubah dari tahun ketahun. Pada tahun-tahun sebelum 1887, tempat ibadah, kerajaan mengelola perpustakaan hanya sekedar menata bahan-bahan pustaka yang ada sehingga hanya memerlukan 1 orang pegawai tanpa perlu keahlian khusus karena informasi terekam masih sangat terbatas.

Pada perkembangan selanjutnya, informasi terekam berkembang sedemikian pesatnya sehingga perpustakaan tak bisa dikelola oleh satu orang saja dan beberapa keahlian khusus dalam mengumpulkan, mengelola dan menyebarkan bahan pustaka sangat diperlukan. Pada tahun 1887, seorang praktisi perpustakaan bernama Melvyl Dewey membuka sekolah formal perpustakaan untuk pertama kalinya di Columbia College. Walaupun Kurikulumnya masih berdasarkan "Trial and Error" dan hanya mengajarkan Dewey Decimal Classification, cataloguing, classification, references and bibliography, book selection and administration tetapi lulusannya menyebar ke seluruh Amerika Serikat dan sebagian besar dari mereka mendirikan sekolah perpustakaan di daerah masing-masing. Lama sekolahnya berkisar 3 bulan sampai 1 tahun ( Miksa, 1986).

Pada masa ini muncullah tokoh-tokoh yang sangat perhatian terhadap Ilmu perpustakaan dengan memberikan kritik-kritik demi kemajuan sekolah-sekolah pertemuan tersebut, diantaranya adalah Azariah Root dan Aksel Josephson yang mengusulan untuk pendirian sekolah perpustakaan di tingkat pasca sarjana. Tokoh yang paling berpengaruh waktu itu adalah Charles C. Williamson. Williamson ( Shera, 1972) mengatakan bahwa secara kwantitatif, sekolah perpustakaan sudahlah cukup tetapi secara kwalitatif sekolah perpustakaan sangat perlu diperbaharui. Semboyannya waktu itu adalah "no more library schools, but better library schools". Beliau mengajukan 8 hal yang berkaitan dengan Sekolah perpustakaan yaitu:

a. Mahasiswa yang akan masuk ke sekolah perpustakaan harus mempunyai ijazah sarjana
b. Sekolah perpustakaan harus berafiliasi pada departemen terntentu di sebuah perguruan tinggi
c. Memperkaya kurikulumnya dengan mata kuliah yang ada di universitas induknya
d. Menyediakan mata kuliah-matakuliah umum pada tahun pertama dan mata kuliah-mata kuliah khusus pada tahun kedua
e. Menyediakan teks dan materi kuliah yang cukup
f. Membuat program yang sesuai untuk "continuing education" guna memperbaharui ilmu mahasiswanya
g. Mengadakan sertivikasi untuk pustakawan professional
h. Harus ada standard akreditasi.

Hal-hal yang diajukan oleh Willliamson inilah yang menjadi cikal bakal pendirian jurusan Ilmu-ilmu perpustakaan yang ada di Amrika Utara (Davis, 1987). Kata "Contuining Education" itu sendiri menurut saya bisa diterjemahkan sebagai kewajiban dari program pendidikan perpustakaan untuk selalu aktif menjawab tantangan zaman termasuk perkembangan teknologi dan mengintegrasikannya ke dalam kurikulum.

Isu-Isu Dalam Dunia Pendidikan Ilmu Perpustakaan.

Perpustakaan sering dianggap sebagai ilmu yang tidak mempunyai dasar epistimologi dan akar keilmuan sehingga sering dijadikan alasan untuk mementahkan keabsahan perpustakaan sebagai sebuah ilmu. Sebenarnya perpustakaan adalah justru sebuah ilmu yang universal dan multidisipliner sehingga bisa bersimbiosis dengan ilmu apa saja sebagaimana ilmu computer. Justru karena keuniversalannya ini ilmu perpustakaan bisa dijadikan pengembangan ilmu-ilmu yang sudah terlebih dahulu ada tanpa harus kehilangan ilmu intinya seperti pengembangan, pengelolaan, pelayanan, penemuan kembali dan penyebaran informasi. Pada perkembangan selanjutnya, untuk mengikuti pasar di dunia kerja, jurusan ilmu perpustakaan menggabungkan mata kuliah –mata kuliah yang ada dengan ilmu informasi dengan merubah namanya diantaranya menjadi School Of Information Studies dan School Of Information Science dengan konsentrasi diantaranya bidang Library Science, Archives dan Museum

Di Amerika Serikat, Pendidikan Ilmu perpustakaan ada di tingkat S2 dan S3. Sementra di Kanada, pendidikan Ilmu Perpustakaan dibuka untuk college, S2 dan S3, Di Australia dan Eropa juga ditawarkan untuk tingkat S2 dan S3. Sedang di Indonesia, Jurusan Ilmu Perpustakaan tersebar mulai dari tingkat D3, S1, S2 dan Rencananya akan membuka S3 juga.

Tentang Kurikulum

Kurikulum jurusan Ilmu perpustakaan di Amerika Utara mempunyai standar akreditasi kurikulum yang jelas yaitu American Library Association, Eropa menganut Commonwealth Librarian sedangkan Indonesia belum mempunyai standard baku tentang kurikulum inti jurusan Ilmu perpustakaan. Jadi, sampai sekarang ini, kurikulum pendidikan perpustakaan di Indonesia masih mengacu kurikulum jurusan dimana jurusan itu bernaung yang kemudian diakreditasi oleh Departemen Pendidikan Nasional tetapi secara jelas dapat disimpulkan bahwa D3 bertujuan mencetak teknisi dibidang perpustakaan, S1 mencetak manajer tingkat menengah dan S2 mencetak Top manajer dan juga tenaga pengajar di bidang perpustakaan.

Untuk kurikulum, ada hal-hal yang mendasar yang perlu diperhatikan. Pertama, Perpustakaan akan selalu berhubungan dengan teknologi. Sedangkan teknologi adalah sesuatu yang cepat basi. Untuk itu Jurusan Ilmu perpustakaan perlu menrapkan kurikulum yang Up to date sekaligus membekali mahasiswa dengan kemampuan untuk selalu bisa beradaptasi dengan cepat terhadap teknologi-teknologi baru.

Kedua, paradigma baru di dunia perpustakaan adalah bukan lagi terfokus pada pengolahan bahan pustaka saja tetapi lebih ke pelayanan masyarakat. Oleh karena kurikulum jurusan Ilmu perpustakaan juga harus membekali mahasiswa dengan cara-cara berinteraksi dengan masyarakat dan budaya agar mereka bisa berinteraksi dengan masyarakat sehingga informasi bisa di akses secara maksimal.

Kedua paradigma ini kalau diterapkan dengan perkembangan teknologi saat ini akan bertemu didalam sbuah konsep yang disebut Web 2.0.

Web 2.0 encompasses a variety of different meanings that include an increased emphasis on user generated content, data and content sharing and collaborative effort, together with the use of various kind of social software, new ways of interacting with web-based applications, and the use of the web as platform for generating, re-purposing and consuming content. (Franklin and van Harmelen, 2007, 4)

Dalam rangka menjawab berkembangnya Web 2.0, David Bawden and Lyn Robinson et al (2007) mengatakan bahwa Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi di seluruh dunia menyadari pentingnya memasukkan Web 2.0 kedalam kurikulum baik dalam bentuk Content maupun penggunaan Web 2.0 dalam bentuk sebagai media belajar mengajar setidak-tidaknya sebagai bentuk "kepedulian" program pendidikan perpustakaan dan informasi terhadap perkembangan informasi dan sebagai bentuk sosialisasi.

Di University College Dublin School of Information and Library Studies, ada 3 aspek yang memasukkan konsep Web 2.0. Dua diantaranya diajarkan pada mahasiswa pada level 3 (tahun ke 3 dan juga diambil oleh sejumlah mahasiswa pasca sarjana), yaitu IS30010; "Weaving the Web: The internet and Society yang mengajarkan mahasiswa untuk memahami perkembangan dan perubahan internet ke web. Mata kuliah ini lebih mengkonsentrasikan mahasiswa pada aspek perubahan teknologi yang memungkinkan terjadinya interkoneksi yang lebih besar. Sedangkan matakuliah Cybersiety Technology, Culture and Communication lebih menekannkan pada efek social pada komunitas online dan penggunaannya sebagai teknologi social.

Pada level 4, mata kuliah Information Society lebih menekankan Web 2.0 sebagai dari perspektif perpustakaan dan kajian informasi. Isu-isu utamanya meliputi jenis-jenis komunikasi, Social networking, media sharing dan Social tagging dan folksonomi. Penekanannya lebih pada aspek yang berkaitan dengan imbas penciptaan dan komunikasi informasi terrekam dan yang berhubungan dengan ruang lingkup kerja perpustakaan dan informasi seperti: komunikasi media mempengaruhi rantai publikasi dan perlu diajarkan dalam mata kuliah Perpustakaan dan Publikasi, Social Tagging dan Folksonomy bias dimasukkan dalam Organisasi Informasi, Wiki bisa dimasukkan dalam matakuliah yang membahas digital literacy dan unsur-unsur filosofis dan social bisa dimasukkan dalam mata kuliah yang berhubungan dengan dasar-dasar ilmu perpustakaan.

Bagaimana dengan Program Pendidikan Perpustakaan di Indonesia?

MacLuhan dalam bukunya Understanding Media –The Extension of Man (1965) mengatakan bahwa dunia ini sudah menjadi kampung raksasa (global Village) tanpa dibatasi oleh sekat apapun berkat kemajuan di bidang teknologi Informasi. Maka masyarakat Indonesia yang sudah mengenal internet, tanpa disadari sudah menggunakan prinsip-prinsip web 2.0 dalam bersosialisasi sekaligus berbagi informasi. Maraknya penggunaan blog, facebook, twitter dan semacamnya di Indonesia sebagai bukti penggunaan web 2.0 dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan semacam ini harus direspon baik oleh perpustakaan maupun oleh program pendidikan perpustakaan dengan cara seperti yang sudah dilakukan di program pendidikan perpustakaan dan kajian informasi di Dublin, London, Ljubljana, Sydney and Vilnius yaitu dengan menerapkannya dalam bentuk lingkungan yang berbasis e-learning (Bawden et al, 2007, 23-24), yaitu dengan cara Penggantian diskusi konvensional dengan penggunaan blog, penggantian "attached files" dengan Wiki, penggunaan postcating dan videocasting untuk perkuliahan atau sebagai tambahan dari keterangan yang biasanya berbentuk teks serta penggunaan Deli.c.ious sebagai cara untuk berbagi sumber-sumber pembelajaran. Praktek-praktek pengajaran seperti itu akan memotivasi mahasiswa untuk menggunakan konsep web 2.0 didalam ruang lingkup kerjanya secara positip dan produktif sekaligus untuk mempelajari pengembangan teknologi Web 2.0 itu sendiri.

Daftar Pustaka
David Bawden et al. (2007) Introducing Web 2.0 Concepts into the library/information curriculum

Davis, Donald G. (1987). The History of Library School Internationalization. in John F Harvey and Frances Laverne Carroll (Eds.), Internationalizing Library and

Information Science Education: A Handbook of Policies and Procedures in Administration and Curriculum. Westport, Connecticut: Greenwood Press.

Franklin, T and van Harmelen, M. (2007) Web 2.0 for content for learning and teaching in Higher Education. URL http://www.jisc.ac.uk/media/documents/programes/digitalrepositories/web2-content-learning-and-teaching.pdf (accessed 04.11.09)

Miksa. Francis L "Melvil Dewey: The professional educator and his heirs." Library Trends. Vol. 34 (3). Winter 1986.p.359.

Reece. Ernest J. The Curriculum in Library Schools. New York: Columbia University Press. 1936. p.13.

Shera, J.H. The Foundations of Education for Librarianship. New York: Becker & Hayes, 1972.

Zain, Labibah. Rancangan Disertasi "Comparing Curriculum Design to Practitioners’ Needs: A Study of Indonesian Library Education Programs", McGill University 2008

Munas ISIPII Berjalan Sejuk, Hasil Maksimal

Bandung, 16 November 2009 pukul 16.00, ratusan pustakawan dari perguruan tinggi dan sarjana ilmu perpustakaan dan informasi berkumpul dengan berwajah cerah. Udara sejuk karena baru saja diguyur hujan tidak mematahkan semangat mereka, bahkan makin serius mengikuti acara Munas dan seminar ISIPII dan FPPTI (Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia). Kebetulan memang acara ini diselenggarakan bersama berhubung ke dua organisasi ini secara keanggotaan hampir sama, walau berbeda arah dan tujuan organisasinya.

Hari Pertama memang diselenggarakan bersamaan, berisi penjelasan rencana e-journal dari Dirjen DIKTI-Depdiknas dan PDII LIPI. Malamnya, paparan mengenai pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi di Jerman yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ursula Georgy yang merupakan Presiden KIBA Jerman.

Hal menarik yang disampaikan Ursula bahwa jurusan ilmu perpustakaan dan informasi di Jerman kurang diminati oleh para siswa di Jerman, hal ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Hal ini karena penghasilan pustakawan di sana kurang kompetitif dibandingkan profesi lainnya. Berbagai usaha telah mereka lakukan, seperti nama jurusan dibuat semenarik mungkin, namun karena kurikulum dan metode pengajaran kurang sesuai dengan nama jurusan menyebabkan banyak siswa yang keluar dari jurusan tersebut.

Barulah hari kedua, 17 November 2009, peserta Munas dan Seminar ISIPII tergambarkan. Para tokoh pustakawan di Indonesia hadir, seperti Prof. Sulistyo Basuki, Blasius Sudarsono, Putu Laxman Pendit, Ridwan dari USU, Ida F. Priyanto dari UGM, dan lainnya. Kehadiran banyak tokoh pustakawan ini makin menyemangati jalannya Seminar.

Apabila malam sebelumnya, Ursula berbicara sebagai keynote speech, pagi hari beliau kembali menyampaikan pandangannya bagaimana seharusnya mengelola jurusan ilmu perpustakaan dan informasi. Sebelum Ursula berbicara, dibawakanlah pengantar diskusi yang sambung-menyambung Ridwan dan Ida saling menyampaikan gagasannya. Selanjutnya, Putu laxman Pendit, bersama Labibah Zain dan Imas Maesaroh memaparkan pandangan mereka yang berjudulkan “Menjadi professional di bidang informasi: menghadapi fenomena demokratisasi dan konvergensi teknologi.” Diskusi berjalan cukup hangat, terlihat begitu banyak pertanyaan yang disampaikan.

Berikutnya, dimoderatori Sulitsyo Basuki, perwakilan JIIP Unpad, Agus Rusmana, memaparkan perkembangan program studi mereka. Selain itu dipaparkan pula mengenai program studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi oleh Ridwan dari USU dan Ida dari UGM, sesuai dengan pemikiran mereka masing-masing.

Paparan lainnya yang tidak kalah menarik berasal dari Blasius Sudarsono yang memaparkan isu terbaru mengenai Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standarisasi Perpustakaan. Salah satu isu menarik mengenai RPP ini soal kategori ahli perpustakaan yang terasa masih janggal, apa yang dimaksud dengan ahli perpustakaan ini.

Hari Ketiga berlanjut dengan paparan Oktiviane A. Sinaga Direktur Information Research Center di Kedutaan Besar Amerika Serikat yang memaparkan bagaimana seharusnya Pustakawan bekerja secara profesional. Setelah itu, John Hickok dari California State University, Fullerton, USA menjabarkan secara gamblang inovasi-inovasi yang harus dilakukan perpustakaan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat agar perpustakaan dicintai para penggunanya. Sebenarnya paparan john Hickok boleh dibilang merangkum semua pembicaraan mengenai bagaimana seharusnya perpustakaan berperan. Akibatnya, tidak banyak peserta yang bertanya, namun hanya sekedar menguatkan pandangan Hickok tersebut.

Munas sendiri ternyata berjalan sangat cepat. Setelah Harkrisyati Kamil, Agus Rusmana dan Ade memaparkan laporan pertanggungjawaban ISIPII, Ridwan bersama Labibah memimpin Munas. Setelah ditanyakan ke forum, peserta secara aklamasi menerima pertanggungjawaban pengurus. Setelah mendengarkan paparan para tokoh perpustakaan, secara aklamasi pula forum menetapkan harkrisyati Kamil kembali sebagai Presiden ISIPII periode 2009 – 2012.

Selain itu, setelah pemilihan Presiden ISPII, beberapa penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi menyampaikan kesepakatan bersama agar adanya kesamaan nama jurusan dan gelar sarjana ilmu perpustakaan dan informasi kepada Dirjen DIKTI-Depdiknas. Hal ini penting mengingat belum adanya kesamaan nama dan gelar dari penyelenggara pendidikan.

Acara Munas ini ditutup secara sederhana pada pukul 12.30 oleh Presiden ISIPII. Tiga hari berkumpul tentu saja ada hasil yang harapannya menjadi usaha peningkatan kualitas dan peran sarjana ilmu perpustakaan dan informasi di masa mendatang. Beberapa catatan, tentu saja di luar ketetapan Harkrisyati Kamil terpilih kembali sebagai Presiden dan kesepakatan bersama soal nama jurusan dan gelar, cukup mengemuka, di antaranya :

1. Berkaitan dengan UU No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, diharapkan ISIPII bersama dengan Perpustakaan Nasional dan Organisasi Perpustakaan lainnya melobi pemerintah, baik itu Depkominfo dan Komisi Informasi agar perpustakaan dapat menjadi penyelenggara dan berperan aktif dalam pengelolaan informasi publik, hal ini dapat dilihat pada pasal 13 yang berbunyi sebagai berikut :
(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajarsesuai dengan petunjuk teknis standar layanan Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh pejabat fungsional.

Pengertian Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi sesuai dengan Pasal 1 ayat 9 adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik.

Jangan sampai peran ini diambil alih oleh lembaga-lembaga atau pihak-pihak yang tidak memahami mengenai dokumentasi dan informasi. Apabila sampai lepas hal ini menjadi bukti bahwa perpustakaan tidak penting di Negara ini.

2. Berkaitan dengan akan munculnya Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan turunan dari UU Perpustakaan, diharapkan ISIPII dapat berperan lebih aktif agar pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah tersebut dapat lebih transparan dan terlibat aktif agar PP yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat dan penggiat perpustakaan.

3. Mengenai keanggotaan, agar iuran anggota tidak sekedar dibatasi iuran dalam bentuk uang, namun dalam bentuk lain seperti menjadi pembicara, menulis artikel ilmiah dan lainnya. Iuran anggota juga memperhatikan kemampuan anggota sehingga tidak terlampau memberatkan. Selain itu diharapkan ISIPII dapat menerbitkan semacam jurnal sebagai bagian dari manfaat apabila menjadi anggota ISIPII.

4.Organisasi ISIPII dapat lebih diperluas sehingga tidak sekedar mengandalkan seorang Presiden ISIPII sehingga organisasi dapat lebih luas lagi keanggotaannya dikalangan sarjana ilmu perpustakaan dan informasi.

5. Perlu dibuatkan direktori anggota ISIPII sehingga keanggotaan dengan sendirinya dapat terkendali dengan baik dan memperluas jaringan kerjasama antar anggota ISIPII. Kedepan, diharapkan ISIPII dapat pro aktif bekerjasama dengan lembaga penyelenggara pendidikan ilmu perpustakaan dan informasi.

Sebenarnya masih banyak lagi catatan-catatan yang bisa diambil pada seminar dan munas kali ini, terlebih apabila ingin menyusun cetak biru kepustakawanan Indonesia. Semoga para sarjana ilmu perpustakaan dan informasi dapat meluangkan sedikit waktunya untuk kemajuan perpustakaan di Indonesia.

Cibinong, 20 November 2009
Catatan bukan seorang notulen

Catatan: Disampaikan oleh Farli Elnumeri...

Minggu, 01 November 2009

Undangan Seminar dan Diskusi Interaktif “Library and Information Education@the Crossroad”

Yth
Para Pustakawan Indonesia
Di Tempat

28 Oktober 2009

Library & Information Education@the Crossroad : seminar and interactive discussion
Bandung, 16th -18th November , 2009


Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini Pendidikan Perpustakaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan, ditandai dengan semakin banyaknya Perguruan Tinggi menyelenggarakan program studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi.Catatan terakhir terdapat 6 perguruan tinggi yang menyelenggarakan program strata 2, 11 perguruan tinggi untuk program strata 1 dan 11 perguruan tinggi untuk program diploma.

Bagi akademisi maupun praktisi perkembangan ini tentu membuat kita semua optimis akan masa depan profesi pustakawan. Di sisi lain banyak isu disekitar kita yang seharusnya diperhatikan dan disikapi dengan bijak bersama. Definisi pustakawan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perpustakaan No. 43 Tahun 2007 masih menyisakan ketidakpastian tentang peran pustakawan dan non-pustakawan.

Penggabungan Badan/Kantor Perpustakaan dan Arsip disusul dengan diberlakukannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik pada tahun 2010 hendaknya menjadi perhatian kita semua karena juga merupakan ranah Perpustakaan. Reformasi telah memberikan keleluasaan bagi penyelenggara prodi ilmu perpustakaan untuk menyusun kurikulum masing-masing dan akibatnya kita tidak memiliki standard minimum sehingga kualitas lulusan prodi amat beragam. Situasi ini menjadi lebih tidak menggembirakan dengan kurangnya komunikasi dan kerjasama antar penyelenggara prodi padahal cooperation and competetion merupakan hal yang strategis untuk peningkatan kualitas dan upaya berjejaring untuk meresponi isu-isu yang berkembang di masyarakat.

Sedemikian besarnya perubahan yang terjadi di sekitar kita dan menyikapi perubahan dengan bijak merupakan tantangan tersendiri. Kepustakawanan tidak lagi bermain di sekitar tataran wacana dan ruang kerjanya semata, ia harus mampu memposisikan perannya menjawab tantangan Library Leadership dan Change Management atau ia akan tergerus roda perubahan.
Usia pendidikan perpustakaan di Indonesia yang cukup lama idealnya ibarat manusia telah menginjak fase matang, mapan dan lebih bijak dan menghasilkan lulusan-lulusan yang tidak saja memiliki kompetensi professional tetapi diimbangi dengan kompetensi perilaku. Ia pun harus mampu menjadi pilar-pilar yang menunjang kehidupan masyarakat madani. Bahkan – bersama-sama dengan praktisi media – pustakawan diharapkan mampu menjadi pilar keempat dari demokrasi. Inilah yang mendorong ISIPII untuk mengajak para penyelenggara pendidikan prodi perpustakaan dan informasi, asosiasi profesi dan praktisi duduk bersama untuk memikirkan bagaimana kita dapat memberdayakan profesi kita.

Tujuan:
Mengidentifikasi tantangan yang dihadapi pendidikan perpustakaan
Memetakan Pendidikan Perpustakaan dari perspektif kualitas serta kebutuhan di masa depan
Menyikapi tuntutan akan sertifikasi
Merancang upaya-upaya advokasi dan promosi profesi kepustakawanan di masayarakat Indonesia
Merumuskan peran dan kontribusi profesi kepustakawanan dalam proses demokratisasi masyarakat Indonesia

Peserta:
Penyelenggara Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi se Indonesia
Ketua/Perwakilan Asosiasi Profesi Perpustakaan & Informasi
Praktisi

Waktu & Tempat :
Diskusi interaktif ini didahului dengan seminar setengah hari kerjasama antara Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi dan ISIPII, pada tanggal 16 November petang hari di lokasi yang sama, Hotel Topas Galeria , Jl. dr. Djundjunan No. 153 Bandung - 40173 ,
Ph: +62-22 6020 550 Fax: +62-22 6020 440 (http://www.topas-hotel.com/)
Diskusi interaktif berlangsung pada tanggal 16 -!8 November 2009 (berakhir dengan makan siang) .

Jadwal Acara :
Seminar dengan tema Kepustakawanan di Era Dijital
Senin, 16 November 2009
12.00 – 14.00 : Check in / Registrasi
16.00 – 17.30 : Pembukaan
19.00 – 21.00 : Keynote speaker (Goethe) Prof. Dr. Ursula Georgy : President of KIBA - Konferenz der informations- und bibliothekswissenschaftlichen Ausbildungs- und Studiengänge (Association of Library and Information Science Education and Academic Studies) http://www.bibliotheksverband.de/sektion-7/start.html

Dilanjutkan dengan Munas ISIPII, parallel dengan Munas FPPTI

Selasa, 17 November 2009

Diskusi interaktif ISIPII, menghadirkan kontribusi pikiran dan pengamatan beberapa penyelenggara prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi dan praktisi akan keterkinian sekitar kepustakawanan Indonesia.

(1) Mari Bicara Kwalitas vs Kwantitas Terkait Kebutuhan Tenaga Perpustakaan Indonesia (UI)
(2) Best Practice on Managing Library Schools : Prof Ursula Georgy
(3) Fenomena Integrasi Informasi dan Demokratisasi : sebuah Tantangan bagi Pendidikan Ilmu Perpustakaan dan Informasi (kolaborasi Putu Pendit, Labibah Zein dan Imas Maesaroh)

12.30 – 14.00 ISHOMA

(4) Paradigma Perubahan Nama Jurusan/Departemen (UNPAD)
(5) Towards International Librarianship (UGM)
(6) UU Perpustakaan dan Perjalanan Penyusunan Turunannya Terkait Pendidikan dan Kompetensi Pustakawan (Titiek Kismiyati, PNRI)

17.15 – 19.30 ISHOMA

Diskusi dengan tujuan Penyusunan Cetak Biru Kepustakawanan Indonesia

Rabu, 18 November 2009

08.30 – 10.00:
Lanjutan Diskusi interaktif

10.00 – 12.00:
(7) Being a Professional Librarian (Oktiviane A.Sinaga, US Embassy -IRC Director)
(8) Library Innovation (John Hickok, a librarian from California State University, Fullerton, U.S)

12.00 : Penutupan dan check out

Biaya Investasi dan Pendaftaran
Biaya investasi : Rp. 1.000.000,- (akomodasi 2 malam, makan dan materi kegiatan), ditransfer terlebih dahulu.

Transfer ke BCA Kcu. Wisma GKBI
No.rek. 0060331553 atas nama Hani Qonitah

Silahkan imel atau faks bukti transfer ke :
FIM 021-6900992 (jam kerja)
Yati Kamil 021- 8464548 (setelah pukul 18.00)

Pendaftaran :
Ade Farida Mahmudin
HP : 0813 1099 1010 HP : 0815 1304 5504
imel : adef29@gmail.com imel : mudination@yahoo.com
Daisy Sekar Astina
HP : 0856 8056 192
Imel : daisy.jazzy@gmail.com




Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia
Info.isipii@gmail.com

Senin, 03 Agustus 2009

INTERNATIONAL SEMINAR AND WORKSHOP-JIP FIB UNDIP, PDII-LIPI & ISIPII (details)

CHALLENGE AND OPPORTUNITIES TO LIBRARY MANAGEMENT
Faculty of Humanities, Diponegoro University in cooperation with PDII-LIPI and ISIPII
Semarang, 10-11 August 2009

GENERAL INFORMATION
Library is a source of information that has an important role to collect, manage and share information to users. In global era, the need to access information for community is getting increasing. Through the development of information technology, library can change management system from manual and static system to electronic and dynamic system. There are some system and new concept that will change the management that is more dynamic and more interactive management.The information management is mostly focus the orientation on users. One of the new concept is Library 2.0 which is adapted from the concept of Web 2.0.

Library 2.0 is a specific system that fulfill the change paradigm from ‘system-oriented’ to ‘user-oriented’. The users –together with Library 2.0- are participated to fertilize the information availability, include the on line system, such as the OPAC system. It is used to reinforce the information channel from user to library.

With Library 2.0, library service is always being renewed and evaluated continuously in accordance with the need of user and service to user. Library 2.0 is used by users to arrange and apply service. Users have to take part and give feedback.

By attending this seminar and workshop, participants will know better what’s the most suitable system to manage their library.

AIMS

The seminar and workshop aims participants will have an intensive discussion on Library 2.0 and some other system on library information system and get a new paradigm to have more interactive and user-oriented information service.

SEMINAR TOPIC : Empowering Library 2.0 and Open Source for Library Management
SPEAKERS
1.Prof. Abrizah Abdullah, Ph. D., Kepala Departemen Ilmu Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Malaya
2. Putu Laxman Pendit, Ph.D., alumi RMIT University Melboune Australia.
3. Hendro Wicaksono, “Senayan Library” Depdiknas RI.
4. Drs. Ida Fajar Priyanto, M. Lib., Kepala UPT Perpustakaan UGM.

WORKSHOP TOPIC : Library 2.0 : Challenge and Opportunities to Library Management
SPEAKERS
1. Prof. Dr. Baharuddin Aris, Ph. D. University Technology Malaya, Malaysia.
2. Blasius Sudarsono, MLS. PDII-LIPI Jakarta
3. Drs. Supriyanto, M. Si, Perpustakaan Nasional RI
4. Zaleha Atan, Head Librarian of Universiti Teknologi Malaysia
5. Mahbob Yusoff, Deputy Chief Librarian University of Malaya.
6. Hendro Subagyo, M. Eng. PDII-LIPI, Jakarta

TIME
Monday-Tuesday, 10-11 August 2009

PLACE
Seminar: Auditorium UNDIP, Jl. Imam Bardjo,Sh.No.1, Semarang
Workshop: Hotel Pandanaran No 58 Semarang

PARTICIPANT CONTRIBUTION
Registration: Payment till 5 August 2009
Seminar : RP 175.000,00
Workshop : Rp 250.000,00

Payment after 5 August 2009
Seminar : RP 200.000,00
Workshop : Rp 300.000,00

Secretariat
Jurusan Ilmu Perpustakaan FIB UNDIP
Jl. Hayamwuruk No. 4 Semarang
Telp. 024-8319859; 8452936, Fax. 024-8311444; 0813 2600 1367.
Email: jipundip@gmail.com
Contact Person: Martini, Rinta, Ovin

REGISTRATION FORM
Panitia Seminar dan Workshop InternasionalFakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
Fax. 024-8311444
Please register me as a participant on International
*Seminar/Workshop :Empowering Library 2.0 and Open Sourcefor Library Management
0n 10-11 August 2009

Name :
1. ……………………………………………………..
2. ……………………………………………………..
3. ……………………………………………………..
4……………………………………………………..

Address :
Institution : …………………………………………………
Home : …………………………………………………
Admission Fee RP …………………………………..(for ………………………… Participant(s))
I make the payment (put √):
[ ] transfer to bank account
[ ] money order
[ ] on the day of Seminar/Workshop

Hotel Information :
1. Patrajasa Hotel, Jl. Sisingamangaraja, Candibaru, Semarang. Pandanaran Hotel, Jl. Pandanaran No.85, Semarang (Phone:+62 24 8411217)
2. Graha Santika, Jl. Pandanaran, 116 – 120, Semarang
3. Hotel Horison, Jl KH Ahmad Dahlan No 2 Simpang 5, Semarang.
4. Hotel Santika, Jl, A. Yani, 189, Semarang5. Wisma GKPN, Jl. A. Yani, Semarang

AGENDA
Seminar : Library 2.0 dan Sistem Informasi untuk Perpustakaan
Senin, 10 Agustus 2009

08.00 – 08.45 Pendaftaran Ulang
08.45 - 09.00 Laporan Ketua Panitia Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan FIB-UNDIP
09.00 – 09.30 Sambutan Dekan FIB UNDIP Prof.Dr.Nurdien H. Kistanto,MA. 09.30 – 10.00 Break

10.00 – 12.00 Library 2.0 and and information democracy or (Lib.2.0 and the changes of users-librarian communication (?) Putu Laxman Pendit, Alumnae RMIT University, Melbourne, Australia.Institutional repository and librarians' roles in University of Malaya, Prof. Abrizah Abdullah, Ph.D. University of Malaya Moderator: Umi Proboyekti, S. Kom., MLS

12.00 – 13.00 ISHOMA

13.00 – 15.00 Pengelolaan Library Information System di Senayan Library, Diknas, Hendro Witjaksono Library 2.0 : Application of Collaborative and Interactive Multimedia Web-Based Technologies to Web-Based Library Service and Collections, Prof. Dr. Baharuddin Aris, Ph. D.University of Technology Malaya, Malaysia.Managing Library 2.0 for satisfaction for new generation of users Drs. Ida Fajar Priyanto, M.Lib.Moderator: Drs. Jumino,M.Lib

15.00 – 15.30 Break

15.30 – 16.30 Call for paper ( Unpad, UI, ITB, Unair, USU) Dra. Sri Ati, M.Si.
16.30 - 17.00 Penutupan


Workshop Library 2.0 : Challenge and opportunities to library management
Selasa, 11 Agustus 2009

08.00 – 08.45 Pendaftaran Ulang Peserta, Panitia
08.45 – 09.00 Laporan Ketua Panitia, Ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan Universitas Diponegoro
09.00 - 09.30 Rector’s Speach
09.30 – 09.45 Signing MOU/ Memorandum of Agreement- Between PDII-LIPI and Fac.of Humanities UNDIP;And between Fac.of Technology Malaya,

09.45 – 10.00 Break

10.00 – 12.00
Session I
Library 2.0 and .... Blasius Sudarsono, MLS. PDII-LIPI, Jakarta.Application of Library 2.0 in Library Services: Case Study in University of Malaya. Mahbob Yusoff, Deputy Chief Librarian University of Malaya. Kesiapan Pustakawan menghadapi perubahan kemajuan system informasi untuk perpustakaan Drs.Supriyanto, M.Si Moderator : Dra. Harkrisyati Kamil, Presiden ISIPII

12.00 – 13.00 ISHOMA

13.00 – 15.00
Session II
Application of Library 2.0 at Univ.of Technology Malaya, Zaleha Atan, Library of Univ.Tech.MalayaApplication of Library Information system at UNDIP, Tim Universitas Diponegoro User satisfication of Library Services using Library 2.0: Case Study in PDII LIPI Jakarta. Hendro Subagyo, M. Eng. PDII-LIPI Jakarta Moderator: Drs. Agus Rusmana, MA

15.00 – 15.30 Break

15.30– 16.30Seesion III Workshop’s Recomendation, Evaluator, Researchers
16.30 - 17.00 PENUTUPAN, Dekan Fakultas Ilmu Budaya UNDIP

Kamis, 25 Juni 2009

“Library and Democracy” : Sebuah catatan (Oleh Yuli Asmini)

“Library and Democracy” : Sebuah catatan
Oleh Yuli Asmini

“Demokrasi mensyaratkan partisipasi aktif dari warga negara, hal yang hanya dapat dilakukan manakala warga memiliki cukup pengetahuan dan akses terhadap informasi. Disinilah letak salah satu peran penting perpustakaan dalam demokrasi, yaitu mengumpulkan dan menyediakan akses informasi”

Pernyataan diatas diutarakan nyaris bersamaan oleh tiga orang narasumber yang merupakan pembicara pada “Seminar Libraries and Democracy” yang diselenggarakan pada 18 Juni 2009 di Auditorium Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Seminar serupa diselenggarakan satu hari sebelumnya yaitu 17 Juni 2009 di Universitas Petra Surabaya. Kedua seminar ini merupakan kerjasama antara Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi, Ikatan Sarjana Perpustakaan dan Informasi Indonesia, Univesitas Indonesia, Universitas Petra, Goethe-Institute, dan Library of Congress Jakarta.

Tiga narasumber pada seminar tersebut yaitu; Prof. Hermann Rosch, Pustakawan dan Pengajar dari Koln University Jerman, William P Tuchrello, Direktur Informasi Library of Congress Jakarta, dan Binni Buchori, Aktifis dan Politikus perempuan secara bergiliran menyampaikan presentasinya dipandu oleh Abdul Rachman Pengajar dan Pustakawan Institut Pertanian Bogor selaku moderator.

Prof. Hermann Rosch dalam presentasinya menyebutkan pentingnya peran perpustakaan dalam demokrasi dengan membaginya menjadi beberapa fungsi yaitu; fungsi pendidikan yang mencakup pendidikan secara umum, pendidikan dalam bentuk pelatihan dan keberaksaraan atau keberaksaraan informasi. Fungsi lainnya adalah fungsi sosial yang mencakup pelibatan minoritas, dan mendorong emansipasi dari strata social yang lemah.

Fungsi yang cukup panjang dipaparkan oleh Prof. Rosch adalah fungsi politik perpustakaan. Fungsi yang sangat terkait langsung dengan era demokrasi dan secara kontekstual sangat bersesuaian dengan kondisi Indonesia saat ini. Pada fungsi ini melekat peran perpustakaan sebagai penyedia informasi yang tidak bias, yang mendasarkan pluralisme atau keragaman sebagai landasan utama demokrasi. Dengan demikian, perpustakaan seharusnya menjamin tersediannya keragaman pendapat, sehingga tidak satu entitas pun dapat menyatakan dirinya sebagai pemegang kebenaran sejati. Pada fungsi ini pula perpustakaan diharapkan mampu menjamin terdorongnya partisipasi politik warga negara dengan penyediaan akses informasi sebagai hak dasar demikian pula dengan kebebasan berekspresi. Dengan tesedia dan teraksesnya informasi secara utuh masyarakat akan memiliki informasi yang cukup yang tidak saja berguna untuk mengambil keputusan, bahkan untuk mengontrol proses pembentukan kebijakan. Penyediaan akses informasi akan mampu menyuburkan nilai-nilai transparansi dan anti korupsi sehingga tercipta pemerintahan yang terbuka, yang berujung pada terselenggaranya tata pemerintahan yang baik.

Masih dalam kaitannya dengan fungsi politik, Prof Rosch menyatakan bahwa perpustakaan juga berperan dalam menyediakan dan memelihara memori kebudayaan bangsa, sekaligus kekayaan dan warisan budaya bangsa. Fungsi lain dari perpustakaan adalah fungsi informasional. Fungsi ini terwujudkan dalam penyediaan akses terhadap informasi secara bebas, demokratisasi informasi ilmiah, dan konektifitas terhadap informasi global dunia. Demokratisasi informasi ilmiah menurut Prof. Rosch adalah keberadaan informasi ilmiah sejatinya tidak hanya disediakan untuk para ilmuwan, melainkan juga bagi semua warga negara. Hal ini disebabkan informasi ilmiah dapat berdampak pada ranah politik, ekonomi, dan etika, bahkan pada kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Lebih jauh lagi informasi ilmiah semestinya dapat dimonitor oleh publik, dan penggunaan informasi ilmiah tidak dapat dibatasi hanya untuk melayani kepentingan pengusaha atau ketertarikan golongan tertentu saja.

Sedangkan dalam kaitannya dengan keterkaitan perpustakaan terhadap informasi pada tataran global menurut Rosch adalah perpustakaan utamanya mampu menyediakan akses informasi global kepada semua orang. Perpustakaan juga mampu untuk menjadi penyedia fasilitas bagi perkembangan opini-opini yang independen. Akses terhadap internet merupakan layanan yang seharusnya disediakan oleh perpustakaan khususnya bagi masyarakat yang tidak memiliki infrastruktur yang memadai.

William Tuchrello dan Binni Buchori selanjutnya menegaskan kembali peran penting perpustakaan dalam era demokrasi. Menurut Binni, peran nyata perpustakaan adalah memperkuat pengetahuan warga negara tentang hak-hak mereka, utamanya, perpustakaan mampu mendemokratisasi pengetahuan. Perpustakaan merupakan kunci bagi penyediaan akses kepada pengetahuan dan ide-ide kepada setiap warganya dengan setara. Tuchrello dalam presentasinya memberikan contoh, sebuah perpustakan seperti Library of Congress mampu menjadi faktor penting dalam proses demokratisasi di Amerika.

Seminar yang memberikan ruang untuk berdiskusi dengan menyediakan kesempatan berlangsungya tanya jawab antara peserta dan narasumber. Pada akhir presentasinya, Prof Rosch menyatakan bahwa ada persyaratan bagi perpustakaan untuk memaksimalkan perannya dalam demokrasi. Persyaratan tersebut antara lain adalah perpustakaan harus bekerjasama dan berjejaring disamping pembagian kerja berdasarkan kekhususan. Prof. Rosch bahkan menyebutkan jika perpustakaan dianggp penting maka pustakawan harus terlatih, cakap dan memiliki keahlian yang handal dan tentunya mendapatkan pendidikan secara berkelanjutan. Untuk menghasilkan pustakawan yang mumpuni tentunya lembaga penyelenggara pendidikan perpustakaan diharapkan dapat mengembangkan kurikulum yang mampu menjawab kebutuhan tersebut.

Prof. Rosch membagi pengalamannya tentang kepustakawanan di Jerman yang berupaya untuk menemukan ”common concern” sebagai isyu untuk menyuarakan kepentingan bersama kepustakawanan Jerman. Pada prakteknya isyu besama tersebut mampu memunculkan kampanye nasional tentang perpustakaan di Jerman dengan tema ”Library as a meeting point”.

Selanjutnya, Tuchrello dan Binni menyatakan dalam konteks Indonesia, saat ini, merupakan waktu yang tepat bagi perpustakaan dan pustakawan untuk terlibat aktif dalam menyuarakan posisinya. Proses demokratisasi dan reformasi di Indonesia merupakan sebuah peluang untuk lebih aktif bersuara. Pendekatan dan lobi terhadap pemegang kebijakan sebaiknya segera dilakukan. Kepustakawanan Indonesia direkomendasikan agar merangkul elemen masyarakat diluar kepustakawanan, termasuk media massa untuk terlibat dalam advokasi perpustakaan. Lebih tegasnya lagi Binni mendorong untuk dilakukannya pengarusutamaan perpustakaan indonesia, yang sampai saat ini masih termarginalkan

Seminar setengah hari yang dihadiri oleh kurang lebih seratus orang pustakawan dan dosen ilmu perpustakaan dari berbagai lembaga ini ditutup segera setelah diskusi selesai berlangsung. Selanjutnya beberapa pustakawan terlihat berkumpul, bercengkarama dan berdiskusi sambil menikmati suasana kampus Fakultas Ilmu Budaya yang sejuk.

Pertanyaan yang mungkin tercecer dari diskusi tersebut adalah bersedia dan mampukah kepustakawanan Indonesia menemukan ”common concern” dan bergerak bersama untuk pemajuan kepustakawanan Indonesia? Jawabannya mungkin mau dan mampu. Semoga!

Rabu, 24 Juni 2009

ISIPII News: Libraries need to serve as community centers: Experts

Libraries need to serve as community centers: Experts

The Jakarta Post , Jakarta | Fri, 06/19/2009 9:02 PM | National

Public libraries need to expand their horizon and serve as community centers to lure more visitors, experts said on Friday.

In a discussion held at the National Education Ministry office in Jakarta, the chairman of the Association of Indonesian Library and Information Science Scholars, Harkrisyati Kamil, expressed her concern about the low number of visits in public libraries in the country.

“Libraries should be part of the community, rather than mere book lending or book keeping facilities,” she said, adding that people should be able to do activities and held events that promote community empowerment in libraries.

The discussion, themed Libraries, Books and Reading Habit in Indonesia, also featured the head of the University of Indonesia's Central Library, Luki Wijayanti, and the secretary general of the Jakarta Chapter of the Indonesian Publishers Association, Mula Harahap.

Mula lamented on the fact that many public libraries were only open during working hours.

“Who will go to libraries then? It would be better if they open from 4 in the afternoon to 10 pm,” he said, adding that in small cities where malls are scarce, libraries could be an alternative for weekend getaway if managed well.

The country is home to around 2,500 public libraries. (adh)

Source:http://www.thejakartapost.com/news/2009/06/19/libraries-need-serve-community-centers-experts.html

ISIPII News: Budaya Baca Indonesia Terendah di Asia Timur

Budaya Baca Indonesia Terendah di Asia Timur

By Republika Contributor
Rabu, 17 Juni 2009 pukul 20:52:00



SURABAYA -- Budaya baca masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur. "Ini berdasarkan data yang dilansir Organisasi Pengembangan Kerja sama Ekonomi (OECD)," kata Kepala Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya, Arini.

Saat berbicara dalam seminar Libraries and Democracy di Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya bersama Goethe-Institut Indonesien dan Ikatan Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi Indonesia (ISIPII) di Surabaya, Rabu, dia mengatakan, OECD juga mencatat 34,5 persen masyarakat Indonesia masih buta huruf.

Karena itu, katanya, pengembangan minat baca merupakan solusi yang tepat. Apalagi anak SD yang dibiasakan dengan budaya baca dan tulis memiliki prestasi tinggi dibanding anak SD yang selama enam tahun tidak dibiasakan dengan budaya baca dan tulis.

Menurut dia, pembiasaan membaca dan menulis itu harus dilakukan dengan program pemaksaan pinjam buku di perpustakaan, lalu diberi tugas membuat simpulan dari buku yang dipinjam. "SD swasta yang melaksanakan hal itu umumnya memiliki prestasi sangat memuaskan dibandingkan sekolah negeri yang belum memiliki kebiasaan itu," katanya.ant/bur

Sumber:

Republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/56933/Budaya_Baca_Indonesia_Terendah_d

Kompas.com: http://www.kompas.com/read/xml/2009/06/18/02590466/budaya.baca.indonesia.terendah.di.asia.timur